BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Perkembangan
zaman telah memberi banyak kemudahan untuk dapat berinteraksi dan bertransaksi
dengan orang lain. Teknologi berkembang pesat dengan sejumlah fasilitas untuk
mengakses informasi dari seluruh dunia. Di zaman abad ke-20 ini, kebebasan
pergaulan remaja sangatlah diperlukan agar mereka tidak “kuper” yang biasanya akan
menjadi bahan tertawaan teman-temannya. Remaja saat ini beranggapan bahwa
semakin banyak teman, maka dirinya merasa bahagia karena dirinya telah diakui
dan diterima keberadaannya di suatu lingkungan. Di satu sisi, ada teman yang
rajin belajar dan ibadah, sopan, dan jujur. Namun tidak sedikit juga teman yang
melanggar norma masyarakat, seperti merokok, minum minuman keras, malas
belajar, sering berkata yang tidak baik, bahkan yang suka melihat video porno
dan melakukan penyimpangan seksual.
Telah kita
ketahui masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan
manusia yang di dalamnya mengalami banyak perubahan. Perubahan ini akan sangat
berpengaruh terhadap pembentukan diri remaja itu sendiri. Salah satu ciri usia
remaja adalah mulai berubah dan berkembangnya sistem reproduksi dan banyaknya
rasa ingin tahu pada diri seseorang dalam berbagai hal, tidak terkecuali bidang
seks.
Pacaran merupakan
budaya remaja saat ini yang sudah banyak dilakukan oleh remaja khusunya di
kalangan siswa tingkat SMA. Mereka merasa malu dan “gengsi” apabila di bangku
Sekolah Menengah Atas mereka tidak memiliki pacar atau” jomblo”. Pada usianya,
remaja akan mengalami perasaan “jatuh cinta” atau rasa menyukai lawan jenisnya.
Rendahnya pengetahuan dan lemahnya pondasi moral menyebabkan banyak remaja yang
merealisasikan emosionalnya tersebut dengan cara yang salah, seperti nekat
pacaran pada usia sekolah.
Seiring dengan
kematangan organ reproduksi pada remaja, hasrat seksualitasnya pun akan mulai
muncul. Hal ini sangat berbahaya bagi remaja yang tidak bisa mengendalikan hawa
nafsunya tersebut. Salah satu masalah yang sering timbul adalah masalah
kehamilan yang terjadi pada remaja diluar pernikahan. Bahkan kehamilan tersebut
sering terjadi pada remaja usia sekolah. Siswi yang mengalami kehamilan
biasanya mendapatkan respon dari dua pihak. Pertama yaitu dari pihak sekolah,
biasanya jika terjadi kehamilan pada siswi, maka yang sampai saat ini terjadi
adalah sekolah meresponya dengan sangat buruk dan berujung dengan
dikeluarkannya siswi tersebut dari sekolah. Kedua yaitu dari lingkungan di mana
siswi tersebut tinggal, lingkungan akan cenderung mencemooh dan mengucilkan siswi
tersebut. Hal tersebut terjadi jika karena masih kuatnya nilai norma kehidupan
masyarakat kita.
Remaja adalah
generasi penerus bangsa yang diharapkan masyarakat di masa yang akan datang. Kehamilan
remaja usia sekolah akan berdampak buruk pada kesehatannya, kualitas bayi yang
dilahirkan, dan terputusnya cita-cita remaja tersebut dan pada akhirnya akan
berdampak buruk juga pada kesejahteraannya. Oleh karena itu penyimpangan seks
dan kehamilan remaja adalah masalah yang saat ini mendapat perhatian serius
dari pemerintah. Pemerintah menegaskan kepada orang tua dan pihak-pihak sekolah
sebagai lingkungan kedua, khususnya pada guru Bimbingan Konseling untuk
membantu mengupayakan usaha-usaha pencegahan agar penyimpangan seksualitas di
kalangan remaja ini tidak terjadi lagi pada generasi-generasi bangsa yang lain.
Sesuai dengan
mata kuliah Bimbingan Konseling yang saya pelajari serta melihat penyimpangan
remaja yang kian memprihatinkan dan sering terjadi pada orang-orang terdekat di
lingkungan tempat tinggal kita, maka saya bermaksud untuk menulis makalah yang
berjudul “Peran Guru Bimbingan Konseling dalam Menangani Masalah Penyimpangan
Seks di Kalangan Siswa SMA” ini untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan
Bimbingan Konseling.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
1.2.1.
Bagaimana peran guru BK dalam menangani
masalah penyimpangan seks di kalangan siswa SMA?
1.2.2.
Apa saja metode-metode yang sebaiknya
digunakan oleh guru BK untuk menangani masalah tersebut?
1.3. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan
permasalahan diatas, tujuan penulisan makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui
tentang:
1.3.1.
Peran guru Bimbingan Konseling dalam
menangani masalah penyimpangan seks di kalangan siswa SMA
1.3.2.
Metode guru Bimbingan Konseling dalam
menangani masalah penyimpangan seks di kalangan siswa SMA
1.4.MANFAAT
PENULISAN
Hasil Penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai
pihak, yaitu :
1.4.1.
Penulis
-
Memahami peran-peran guru Bimbingan
Konseling dalam menangani masalah penyimpangan seks di kalangan siswa SMA
-
Memahami
fungsi-fungsi guru Bimbingan Konseling di sekolah
-
Menambah wawasan mengenai pentingnya
Bimbingan Konseling di sekolah
-
Meningkatkan kesadaran sebagai calon
guru untuk lebih mempersiapkan kualitas diri karena nantinya akan menjadi
partner guru BK dalam menangani masalah siswa
-
Menambah pengetahuan serta pengalaman
untuk menulis sebuah makalah
1.4.2.
Guru Bimbingan Konseling
-
Menambah pemahaman mengenai
peran-perannya sebagai guru bimbingan konseling khususnya dalam menghadapi
masalah penyimpangan seks di kalngan siswa SMA
-
Meningkatkan kinerja guru Bimbingan
Konseling dalam menjalankan tugas atau peran-perannya secara profesional
-
Meningkatkan kualitas cara memberikan
layanan bimbingan kepada peserta didik di sekolah
1.4.3.
Peserta Didik atau Siswa
-
Memberi pemahaman kepada siswa mengenai guru
bimbingan konseling sebagai tempatbimbingan setelah orang tua untukmenambah
pengetahuan termasuk seks, meningkatkan belajar, memecahkan masalah, penanaman
karakter, dan sebagainya.
-
Meningkatkan antusias dan kesadaran
siswa untuk konsultasi ke guru bimbingan konseling untuk mencegah hal-hal buruk
pada perkembangannya
-
Siswa lebih terbuka dalam mencurahkan
inisiatif atau aspirasinya untuk memecahkan masalahnya dalam hal penyimpangan
seks dalam rangka menghindari dan mengoptimalkan potensinya
1.4.4.
Bagi Semua Instansi Pendidikan
-
Memberikan masukan untuk lebih
memperhatikan pentingnya peranan guru Bimbingan Konselingdi sekolah dalam
menangani masalah penyimpangan seks di kalangan remaja, sehingga dapat
digunakan sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan sekolah selanjutnya.
-
Meningkatkan dukungan kepada guru
Bimbingan Konseling untuk memberikan layanan kepada peserta didik di sekolah
1.4.5.
Bagi Masyarakat
-
Memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai peran-peran guru Bimbingan Konseling di sekolah, khususnya dalam menangani
masalah penyimpangan seks sehingga mereka dapat membantu putra-putrinya untuk
mengarahkan agar mereka tidak terjerumus dalam penyimpangan seks
-
Menambah kepercayaan masyarakat akan
eksistensi guru Bimbingan Konseling dalam menangani permasalahan siswa
1.4.6.
Bagi Pemerintah
- Meningkatkan
dukungan pemerintah terhadap layanan Bimbingan Konseling di sekolah.
BAB II
ISI
2.1.
PENTINGNYA BIMBINGAN DAN KONSELING DI
SEKOLAH
Bimbingan adalah proses bantuan yang
diberikan oleh konselor yang memiliki kompetensi (profesional) kepada individu
dari berbagai tahapan usia untuk membantu mereka mengarakan kehidupannya,
mengembangkan pandangan hidupnya, menentukan keputusan bagi dirinya, dan
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, (Laksmi, 2003:3). Sedangkan konseling
merupakan suatu proses memberi bantuan yang dilakuakn mellaui wawancara
konseling oleh seorang ahli (yang disebut konselor) kepada individu yang sedang
mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah
yang dihadapi oleh klien, (Heru Mugiarso, 2011:5)
Pelayanan bimbingan dan konseling
(disingkat BK) bisa dilakukan dalam setting lembaga pendidikan (sekolah atau
madrasah), keluarga, masyarakat, organisasi, industri, dan lain sebagainya.
Pembahasan dalam makalah ini memfokuskan pada pelayanan bimbingan dan konseling
dalam setting lembaga pendidikan formal (sekolah atau madrasah). Awalnya, bimbingan
dan konseling tidak diperuntukkan bagi dunia pendidikan. Tetapi, dalam
perkembangannya diterapkan dalam dunia pendidikan.
Berbagai fenomena perilaku peserta
didik dewasa ini seperti tawuran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan
psikotropika, perilaku seksual menyimpang, degradasi ,oral, pencapaian hasil
belajar yang tidak memuaskan, tidak lulus ujian, gagal UAN dan lain sebagainya,
menunjukkan bahwa tujuan pendidikan yang salah satu upaya pencapaiannya melalui proses
pembelajaran, belum sepenuhnya mampu menjawab atau memecahkan berbagai
persoalan tersebut di atas. Hal ini mengindikasikan perlu adanya upaya
pendekatan bimbingan dan konseling yang dilakukan di luar situasi proses
pembelajaran.
Selain alasan di atas, Tohirin
(2007) menjelaskan ada beberapa alasan mengapa pelayanan bimbingan dan
konseling diperlukan dalam dunia pendidikan terutama dalam lingkup sekolah atau
madrasah. Alasan tersebut adalah:
Pertama, Perkembangan
IPTEK. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat
berpengaruh dalam dunia pendidikan khususnya dalam lingkup sekolah. Di satu
sisi, perkembangan IPTEK juga berdampak positif bagi kemudahan akses informasi
dan wawasan dalam dunia pendidikan. Di sisi lain, perkembangan IPTEK akan
membawa dampak pada timbulnya masalah hubungan sosial, moralitas, karakter,
kebiasaan, bahkan pergaulan, dan lain sebagainya. Seiring dengan lajunya
pertumbuhan penduduk juga semakin menambah kompleksnya masalah. Dalam kondisi
seperti itu, individu dituntut untuk mampu menghadapi berbagai masalah seperti
kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi), perencanaan dan pemilihan pendidikan,
perencanaan dan pemilihan pekerjaan, masalah hubungan sosial, keluarga,
masalah-masalah pribadi dan lain sebagainya. Sehingga, individu perlu
mendapatkan bimbingan (bantuan) dari orang lain. Oleh karena itu, lembaga
pendidikan tidak dapat melepaskan diri dari situasi kehidupan seperti dikemukakan
di atas, dan memiliki tanggung jawab untuk membantu para siswa baik sebagai
pribadi maupun sebagai calon anggota masyarakat. Sebagai lembaga pendidikan
formal, sekolah bertanggung jawab mendidik dan menyiapkan peserta didik agar
mampu (berhasil) meneysuaikan diri di dalam amsyarakat dan mampu memecahkan
berbagai masalah yang dihadapinya. Singkatnya, layanan bimbingan dan konseling
sangat diperlukan dalam keadaan seperti tersebut di atas.
Kedua, makna dan
fungsi pendidikan. Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam
pendidikan berkaitan erat dengan hakikat makna dan fungsi pendidikan dalam
keseluruhan aspek kehidupan. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha sadar
untuk mengembangkan kepribadian yang berlangsung seumur hidup baik di sekolah
maupun madrasah. Pendidikan juga bermakna proses membantu individu baik jasmani
dan rohani ke arah terbentuknya kepribadian utama (pribadi yang berkualitas).
Makna dari pernyataan di atas adalah bahwa inti tujuan pendidikan adalah
terwujudnya kepribadian yang optimal dari setiap peserta didik. Tujuan ini
pulalah yang ingin dicapai oleh layanan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan
Konseling dalam pendidikan memiliki peranan yang sanagt penting; yaitu membantu
setiap pribadi peserta didik agar berkembang secara optimal.
Ketiga, guru.
Tugas dan tanggung jawab utama guru sebagai pendidik adalah mendidik sekaligus
mengajar, yaitu membantu peserta didik untuk mencapai kedewasaan. Dalam proses
pembelajaran tugas utama guru selain sebagai pengajar juga pembimbing. Untuk
itu guru ahrus mampu: (1) mengenal dan memahami setiap siswa baik sebagai
individu maupun kelompok, (2) memberikan berbagai informasi yang diperlukan
dalam proses pembelajaran, (3) memberikan kesempatan yang memadai agar setiap
siswa dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya, (4) membantu
(membimbing) setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, dan
(5) menilai keberhasilan siswa (Surya, 1998). Guna mewujudkan fungsi dan peran
di atas, merupakan suatu keniscayaan bagi setiap calon guru dan guru untuk
menguasai bimbingan dan konseling.
Keempat, faktor
psikologis. Dalam proses pendidikan di sekolah, sisiwa merupakan pribadi yang
unik dengan segala karakteristiknya. Sebagai individu yang dinamis dan berada
dalam proses perkembangan, siswa memiliki kebutuhan dan dinamika dalam
interaksi dengan lingkungannya. Terdapat perbedaab individual antara sisiwa
yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, siswa sebagai pelajar, senantiasa
terjadi perubahan perilaku sebagai akibat hasil proses belajar yang telah
dilakukan oleh siswa. Beberapa aspek psikologis dalam pendidikan yang bersumber
dari siswa seperti disebutkan di atas, dapat menimbulkan berbagai masalah
psikologis pula. Beberapa masalah yang menjadi latar belakang perlunya layanan
bimbingan dan konseling di sekolah yaitu; (1) masalah perkembanagn individu,
(2) masalah perbedaan individu, (3) masaalh kebutuhan individu, (4) masalah
penyesuaian diri, dan (5) masalah belajar. Masalah-masalah psikologis yang
timbul pada siswa menuntut adanya upaya pemecahan melalui pendekatan psikologis
antara lain melalui layanan bimbingan dan konseling.
Bimbingan merupakan bagain integral
dari proses pendidikan dan memiliki kontribusi terhadap keberhasilan proses
pendidikan di sekolah (Juntika, 2005). Berdasarkan pernyataan dan alasan-alasan
di atas dapat dipahami bahwa proses pendidikan di sekolah tidak akan berhasil
secara baik apabila tidak didukung oleh penyelenggaraan bimbingan secara baik
pula.
2.2.
BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Menurut W.S. Winkel & M.M. Sri
Hastuti (2004) ada enam aspek yang berkaitan dengan program bimbingan di
sekolah menengah umum (SMU) atau yang kita kenal sekarang dengan sekolah
menengah atas (SMA), ialah:
a) Sebagai
penjabaran dari tujuan pendidikan ansional sebagaimana teruraikan dalam UUSPN
Nomor 2 Tahun 1989, Pasal 4, dalam PP nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Menengah berkenaan dengan tujuan institusional ditetapkan abhwa; “Pendidikan
menengah bertujuan (1) meningkatkan pengetahuan sisiwa untuk melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi dan untuk
mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dak
kesenian; (2) meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam
sekitarnya.” (Pasal 2). Kemudian dalam pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan
menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja
serta mengembangkan sikap profesional. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di
atas, ditetapkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 061/U/1993,
tanggal 25 Februari 1993, tentang Kurikulum Sekolah Menengah Umum, sebagaimana
tercantum antara lain dalam Lampiran 1 tentang Landasan, Program dan Pengembangan Kurikulum Sekolah Menengah Umum.
Dalam Lampiran 1 ini terbaca bahwa “Kurikulum SMU disusun untuk mencapai tujuan
pendidikan pada SMU. Kurikulum ini merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.” Program pengajaran itu terdiri dari
program pengajaran umum di kelas I dan II, yang mencakup bahan kajian dan
pelajaran yang disusun dalam 10 mata pelajaran, serta program pengajaran khusus
di kelas III, yang meliputi program Bahasa, program Ilmu Pengetahuan Alam dan
program Ilmu pengetahuan Sosial.
b) Kebutuhan
siswa selama rentang umur 16-19 tahun. Kebutuhan orang muda pada saat itu
terutama bersifat psikologis, seperti endapat perhatian dan dukungan tanpe
pamrih negatif apapun, mendapat pengakuan terhadap keunikan alam pikiran dan
perasaannya, menerima kebebasan yang wajar dalam mengatur kehidupannya sendiri
tanpa dilepaskan sama sekali dari perlindungan keluarga, memperoleh
prestasi-pprestasi yang patutu dbanggakan di bidang akademik dan non-akademik,
membina persahabatan dengan teman sejenis dan lain jenis, memiliki ciita-cita
hidup yang pantas untuk dikejar. Tugas-tugas perkembangan yang dihadapi oleh
sisiwa remaja adalah, antara lai mengembangkan
rasa tanggung jawab, sehingga dapat melepaskan diri dari ikatan
emosional yang kekanak-kanakan dan membuktikan diri pantas diberi kebebasan
yang sesuai bagi umurnya; mempersiapkan diri dalam memainkan peranan sebagai
pria dan wanita (sexual roles);
merencanakan masa depannya di bidang studi dan pekerjaan, sesuai dengan
nilai-nilai kehidupan yang dianut dan keadaan masyarakat yang nyata.
c) Pola dasar
yang sebaiknya dipegang sangat tergantung dari lokasi lembaga sekolah.
d) Seluruh
komponen bimbingan yang termasuk layanan-layanan bimbingan semuanya harus
mendapat perhatian yang seimbang.
e) Baik bentuk
bimbingan kelompok maupun bentuk bimbingan individual diterapkan secar
seimbang. Supaya pelayanan bimbingan sampai pada semua siswa, kebanyakan harus
dituangkan dalam bentuk bimbingan kelompok. Namun, karena siswa remaja sanagt
peka dalam hak-hal yang dianggap rahasia dan masalah pribadi, kesempatan untuk
berwawancara konseling sewaktu-waktu harus tersedia, misalnya dengan
menggunakan sistem piket bagi beberapa konselor sekolah. Sikap bimbingan yang
diutamakan adalah sifat preservatif dan preventif.
f) Tenaga
pendodik yang mana memegang peranan kunci, tergantung dari pola dasar yanh
dipegang. Bila dioegang pola generalis, para guru bidang studi dan wali kelas
memegang peranan kunci, dengan mendapat koordinasi dari seorang konselor
sekolah dan asistensi dari satu atau dua guru-konselor. Jajaran guru bidang
studi dan wali kelas dapat melakukan kegiatan bimbingan seperti yang telah
digariskan untuk sekolah menengah tingkat pertama.
Mengacu pada pernyataan-pernyataan di atas, eksisitensi guru bimbingan
konseling atau konselor di sekolah sangatlah penting, apalagi dalam tingkat
siswa menengah atas yang notabenenya
adalah remaja. Guru bimbingan konseling memiliki peranan yang kompleks terlebih
dalam menghadapi perkembangan remaja yang beraneka ragam satu dengan yang
lainnya. Salah satu masalah yang terjadi pada remaja-remaja di sekitar kita
adalah masalah penyimpangan seksual. Masalah ini banyak sekali dilakukan oleh
siswa SMA dimana dalam tahap ini mereka belajar mengaktualisasikan peranan pria
dan wanita (sexual roles) dalam
kehidupan mereka. Cukup disayangkan karena mereka mengambil langkah negatif
untuk nekat berpacaran dan melakukan berbagai bentuk penyimpangan seksual.
Masalah ini sulit dibasmi karena sudah menjadi hal yang lazim atau biasa
terjadi. Di sekolah, guru bimbingan konseling memiliki tanggung jawab dan
operanan utama untuk menangani masalah tersebut.
2.3. REMAJA DAN PERMASALAHANNYA
Telah kita ketahui bahwa keseluruhan siswa sekolah menengah atas (SMA)
adalah remaja yang sedang mengalami masa transisi dan menghadapi berbagai
perubahan dalam dirinya. Masa remaja merupakan salah satu periode dari
perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan
psikologik, dan perubahan sosial. (Soekidjo Notoatmodjo: 2007). Di sebagain
besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13
tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Sedangkan menurut World Helath
Organization (WHO) remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa
peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami
perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa, dan mengalami perubahan
keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi
relatif mandiri.
Mohammad (1994) mengemukakan bahwa remaaj adalah anak berusia 13-25 tahun,
di maan usia 13 tahun merupakan batas usia pubertas pada umumnya, yaitu ketika
secara biologis sudah mengalami kematangan seksual dan usia 25 tahun adalah
usia ketika mereka pada umumnya secara sosial dan psikologis mampu mandiri.
Berdasarkan uraian di atas ada dua hal penting menyangkut batasan remaja, yaitu
mereka sedang mengalami perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan
perubahan tersebut menyangkut perubahan fisik dan psikologis.
Ada dua aspek dalam perubahan remaja, yaitu perubahan fisik atau biologis
dan perubahan psikologis.
1. Perubahan
Fisik
Antara remaja putra dan putri kematangan seksual terjadi dalam usia yang
berbeda. Kematangan seksual pada remaja pria biasanya terjadi pada usia 10-13,5
tahun sedangkan pada remaja putri terjadi pada usia 9-15 tahun. Perubahan fisik
ini tampak jelas dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula
orang dewasa. Pada periode ini pula remaja berubah dengan menunjukkan gejala
primer dan sekunder dalam pertumbuhan remaja. Diantara perubahan-perubahan
fisik tersebut dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Ciri-ciri seks primer
Modul kesehatan reproduksi remaja Depkes 2002 (dalam Ririn Darmasih 2009:
9) disebutkan bahwa “ciri-ciri seks primer pada remaja adalah remaja laki-laki
sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah mengalami mimpi basah”. Mimpi
basah biasanya terjadi pada remaja laki-laki usia antara 10-15 tahun, pada remaja perempuan bila sudah mengalami
menarche (menstruasi), menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari
alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak
mengandung darah.
b. Ciri-ciri seks sekunder
Tanda-tanda fisik sekunder merupakan tanda-tanda badaniah yang membedakan
pria dan wanita. Pada wanita bisa ditandai antara lain pertumbuhan
tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota 16 badan menjadi panjang),
pertumbuhan payudara, tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna gelap di
kemaluan, mencapai pertumbuhan ketinggian badan setiap tahunnya, bulu kemaluan
menjadi keriting, haid, dan tumbuh bulu- bulu ketiak. Pada laki-laki bisa
ditandai dengan pertumbuhan tulang-tulang, tumbuh bulu kemaluan yang halus,
lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara, bulu kemaluan menjadi
keriting, tumbuh rambut-rambut halus di
wajah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, rambut-rambut di wajah
bertambah tebal dan gelap, tumbuh bulu di dada.
2. Perubahan
Psikologis
Telah
dijelaskan di atas bahwa masa remaja merupakan masa transisi antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa. Masa transisi sering kali menghadapkan individu
yang bersangkutan pada situasi yang membingungkan, di satu pihak ia masih
kanak-kanak dan di lain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa.
Dalam masa ini butuh suatu waktu dan proses yang harus dilalui seorang remaja
yang biasanya pada masa itu banyak permasalahan yang muncul. Karena masa remaja
merupakan masa yang penuh gejolak, pada masa ini mood (suasana hati)
bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago olehMihalyi
Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remajarata-rata
memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luarbiasa” ke
“sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jamuntuk hal
yang sama.
Perubahan mood
(swing) yang drastis pada para remaja iniseringkali dikarenakan
beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatansehari-hari di rumah.
Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengancepat, hal tersebut
belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri,
pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran
diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat
orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau
selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka
sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra
yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri
mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan
kesuksesan dan ketenaran.
Remaja putri
akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik
dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya
dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun
ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering
dihadapkan dengan dunia nyata.
Pada saat
itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri
dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan
remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak
berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan
tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.
Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali
mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan
impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa
memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang.
Remaja yang
diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh
menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu
bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat
dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati diri positif pada remaja. Kelak, ia
akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada
orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan
oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang
yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya.
Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para “idola”nya untuk
menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat
penting bagi remaja dari beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja
seperti yang telah dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan–kemungkinan
perilaku yang bisa terjadi pada masa ini. Diantaranya adalah perilaku yang
mengundang resiko dan berdampak negatif pada remaja. Perilaku yang mengundang
resiko pada masa remaja misalnya seperti penggunaan alkohol, tembakau dan zat
lainnya, aktivitas sosial yang berganti–ganti pasangan dan perilaku menentang
bahaya seperti balapan, selancar udara, dan layang gantung. Alasan perilaku
yang mengundang resiko adalah bermacam–macam dan berhubungan dengan dinamika
fobia balik (conterphobic dynamic), rasa takut dianggap tidak cakap,
perlu untuk menegaskan identitas maskulin dan dinamika kelompok seperti tekanan
teman sebaya.
Masa remaja
merupakan masa dimaan terjadi perubahan fisik sebagai akibat mulai berfungsinya
kelenjar endokrin yang menghasilkan berbagai hormon yang akan mempengaruhi
pertumbuhan secara keseluruhan dan pertumbuhan organ seks pada khususnya. Masa
remaja sering disebut sebagai masa pancaroba, masa krisis, dan amsa pencarian
identitas. Kenakalan remaja sering terjadi pada umunya karena tidak
terpenuhinya kebuuthan-kebutuhan mereka seeprti kebutuhan prestasi, kebutuhan
akan komformitas, kebutuhan seksual, kebutuhan yang berhubungan dengan
kehidupan keluarga, dan kebuuthan akan identitas diri serta kebutuhan
popularitas. Dalam usahanya untuk mencari identitas diri, seorang remaja sering
membantah orang tuanya karena ia mulai mempunyai pendapat-pendapat sendiri,
cita-cita serta nilai-nilai sendiri yang berbeda dengan orang tuanya.
Sebenarnya mereka belum cukup mampu untuk berdiri sendiri oleh karena itu
mereka sering terjerumus ke dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang dari aturan
atau disebut dengan kenakalan remaja. Salah satu bentuk kenakalan remaja itu
adalah perilaku menyimpang seksual remaja pranikah.
2.4. PERILAKU SEKSUAL REMAJA DAN KESEHATAN REPRODUKSI
Perilaku seksual remaja adalah tindakan yang dilakukan oleh remaja
berhubungan dengan dorongan seksual yang datang baik dari dalam dirinya maupun
dari luar dirinya, (Soekidjo Notoatmodjo: 2007).
Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sanagt
berhubungan dengan kesehatan reproduksi seseorang. Dalam penyimpangan seks
remaja, adanya penurunan usia rata-rata pubertas mendorong remaja untuk aktif
secara seksual lebih dini dan adanya persepsi bahwa dirinya memiliki resiko
yang lebih rendah atau tidak beresiko sama sekali yang berhubungan dengan
perilaku seksual, semakin mendorong remaja memenuhi dorongan seksualnya pada
saat sebelum menikah, bahkan pada saat masih sekolah. Banyak remaja yang
mengira bahwa kehamilan tidak akan terjadi pada senggama (intercourse) yang pertama kali atau mereka merasa bahwa dirinya
tidak akan pernah terinfeksi HIV/AIDS karena pertahanan tubuhnya cukup kuat.
Secara umum terdapat 4 faktor yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi,
yakni:
a.
Faktor sosial ekonomi, dan demografi. Faktor ini
berhubungan dengan kemiskinan, tingakt pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan
mengenai perkembanagn seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat
tinggal yang terpencil.
b.
Faktor budaya dan lingkungan, anatra lain adalah
praktik tradisional yang berdampak buruk terhadap kesehatan reproduksi,
keyakinan banyak anak banyak rezeki, dan informasi yang membingungkan anak dan
remaja mengenai fungsi dan proses reproduksi.
c.
Faktor psikologis: Keretakan orang tua akan
memeberikan dampak pada kehidupan remaja, depresi yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharganya wanita di maat pria yang
membeli kebebasan dengan materi.
d.
Faktor biologis, antara lain cacat sejak lahir, cacat
pada saluran reproduksi, dan sebagainya.
2.5. PENYIMPANGAN SEKSUAL REMAJA
Masa remaja adalah masa-masa yang
paling indah. Pencarian jati diri seseorang
terjadi pada masa remaja. Bahkan banyak orang mengatakan
bahwa remaja adalah tulang punggung sebuah negara. Statement demikian memanglah
benar, remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat
menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas kinerja dan mental
yang lebih baik. Di tangan remajalah tergenggam arah masa depan bangsa ini. Namun
melihat kondisi remaja saat ini, harapan remaja sebagai penerus bangsa yang
menentukan kuaitas negara di masa yang akan datang sepertinya bertolak belakang
dengan kenyataan yang ada. Perilaku nakal dan menyimpang di kalangan
remaja saat ini cenderung mencapai titik kritis. Telah banyak remaja yang
terjerumus ke dalam kehidupan yang dapat merusak masa depan.
Dalam rentang waktu kurang dari satu dasawarsa terakhir, kenakalan remaja
semakin menunjukkan trend yang amat memprihatinkan. Kenakalan remaja yang
diberitakan dalam berbagai forum dan media dianggap semakin membahayakan.
Berbagai macam kenakalan remaja yang ditunjukkan akhir-akhir ini seperti
perkelahian secara perorangan atau kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan,
pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan, penyalahgunaan narkoba, dan
penyimpangan seksual yang menjurus pada seks bebas pranikah kasusnya semakin menjamur
di kalangan siswa menengah atas.
Sepertinya seks bebas telah menjadi trend tersendiri bagi remaja. Bahkan
seks bebas di luar nikah yang dilakukan oleh remaja (pelajar dan mahasiswa)
bisa dikatakan bukanlah suatu kenakalan lagi, melainkan sesuatu yang wajar dan
telah menjadi kebiasaan. Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat
ini memang sangatlah memprihatinkan. Berdasarkan beberapa data, di
antaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan sebanyak 32
persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia (Jakarta,
Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks.
Hasil survei lain juga menyatakan, satu dari empat remaja Indonesia
melakukan hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7 persen remaja
kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 persen di
antaranya berbuat ekstrim, yakni pernah melakukan aborsi. Aborsi dilakukan
sebagai jalan keluar dari akibat dari perilaku seks bebas.Bahkan penelitian LSM
Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara) Bandung antara tahun 2000-2002,
remaja yang melakukan seks pra nikah, 72,9% hamil, dan 91,5% di antaranya
mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali. Data ini didukung beberapa
hasil penelitian bahwa terdapat 98% mahasiswi Yogyakarta yang melakukan seks
pra nikah mengaku pernah melakukan aborsi. Secara kumulatif, aborsi di
Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta kasus per tahun. Setengah dari jumlah
itu dilakukan oleh wanita yang belum menikah, sekitar 10-30% adalah para
remaja. Artinya, ada 230 ribu sampai 575 ribu remaja putri yang diperkirakan
melakukan aborsi setiap tahunnya.Sumber lain juga menyebutkankan, tiap hari 100
remaja melakukan aborsi dan jumlah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada
remaja meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun.
Selain itu survei yang dilakukan BKKBN pada akhir 2008 menyatakan, 63
persen remaja di beberapa kota besar di Indonesia melakukan seks pranikah. Dan,
para pelaku seks dini itu menyakini, berhubungan seksual satu kali tidak
menyebabkan kehamilan. Sumber lain juga menyebutkan tidak kurang dari 900 ribu
remaja yang pernah aborsi akibat seks bebas (Jawa Pos, 28-5-2001). Dan di Jawa
Timur, remaja yang melakukan aborsi tercatat 60% dari total kasus (Jawa Pos,
9-4-2005).
Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, saat ini juga banyak diberitakan
anak dan remaja seusia SD-SMA melakukan perkosaan terhadap lawan jenis. Bahkan,
antarlawan jenis melakukan seks bebas dengan dalih suka sama suka. Mereka
seringkali mengungkapkan alasan melakukan itu karena menonton “film-film biru”.
Pada simpul ini, kita ketahui bahwa video compact disk (VCD) dan film
yang berbau porno bisa memberikan pengaruh negatif bagi anak dan remaja. Memang
tak bisa dimungkiri jika perkembangan industri pornografi di negeri ini relatif
pesat. Pada titik ini, anak dan remaja ternyata belum mendapatkan perlindungan
maksimal dari bahaya pornografi. Dari berbagai penelitian terkait media dan
komunikasi publik, tayangan dan bacaan yang terus-menerus dikonsumsi dapat
mempengaruhi pola pikir dan perilaku. Media cetak dan elektronik yang beraroma
pornografi tentu bisa mempengaruhi anak dan remaja.
2.6. RISIKO PENYIMPANGAN SEKSUAL REMAJA
Dalam kondisi saat ini banyak faktor mulai dari perkembangan dan kemudahan
IPTEK sampai kurangnya pengetahuan remaja menyebabkan perilaku penyimpanagan
seksual merajalela di lingkungan kita. Namun begitu, banyak remaja tidak
mengindahkan bahkan tidak tahu dampak dari perilaku seksual mereka terhadap
kesehatan reproduksi baik dalam waktu yang cepat ataupun dalam waktu yang lebih
panjang. Berikut dampak perilaku seksual remaja pranikah.
a.
Hamil yang tidak dikehendaki (Unwanted pregnancy)
b.
Penyakit menular seksual (PMS) – HIV/AIDS
c.
Konsekuensi psikologis yang disebabkan oleh
penghakiman atas perilaku atau aib yang telah ia lakukan.
d.
Terputusnya cita-cita
e.
Kurangnya kesejahteraan dari keluarga baru yang ia
bangun
f.
Kurang dapat mengoptimalkan potensi dan kemmapuan yang
dimiliki
2.7. MENANGGULANGI PENYIMPANGAN SEKS REMAJA
Kesadaran segenap pihak untuk
melindungi anak dan remaja dari bahaya pornografi dan seks bebas diperlukan,
mulai dari keluarga di rumah, guru bimbingan dan konseling dan semua pihak di
sekolah, dan seluruh unsur masyarakat.
Orangtua perlu memantau perkembangan anaknya dan menaruh perhatian
seksama. Ada tanggung jawab orangtua yang tidak boleh dilalaikan untuk mendidik
anaknya agar mengetahui mana perilaku yang benar dan yang salah, mana perilaku
yang susila dan yang asusila. Mengontrol tontonan layar kaca yang disaksikan
anak juga perlu dilakukan. Orangtua semestinya memberikan pemahaman dan menjelaskan
kepada anak terkait apa yang disaksikan di layar kaca. Kasih sayang dan
perhatian orangtua yang proporsional menjadi sebuah keniscayaan untuk mencegah
anak dari perilaku menyimpang. Pendidikan akhlak, budi pekerti, moral, dan
semacamnya selayaknya mulai disosialisasikan sejak dari lingkungan keluarga.
Begitu juga dengan pihak sekolah, nilai-nilai moral dan kesusilaan perlu
ditanamkan kepada peserta didik. Pendidikan agama yang tercakup dalam kurikulum
pendidikan harapannya bisa menyentuh kesadaran peserta didik sehingga memiliki
perilaku mulia dan cerdas untuk menilai tindakan baik dan buruk. Piranti moral,
akhlak, dan budi pekerti perlu dimiliki peserta didik, sehingga dapat
membedakan mana yang positif dan yang negatif. Di lain pihak, industri media
dan komunikasi perlu menyadari bahwa fungsi pers tidak sekadar mencari laba
semata, tetapi juga memiliki fungsi pendidikan. Pers harus menyadari perannya
untuk turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, mencerahkan pikiran dan
perilaku anak dan remaja.
Kepedulian segenap pihak untuk melindungi anak dan remaja dari terpaan
pornografi tak bisa ditawar-tawar lagi. Kita sudah saatnya melindungi anak dan
remaja sebagai generasi masa depan dari pengaruh buruk pornografi. Tanggung
jawab melindungi anak dan remaja berada di pundak orangtua, sekolah,
masyarakat, pemerintah, dan institusi-institusi nonpemerintah yang memang
peduli bahwa baik buruknya Indonesia ke depan ditentukan oleh generasi masa
kini. Kita tentu saja tak ingin menyaksikan anak dan remaja lebih suka gambar
dan tayangan porno ketimbang melahap bacaan bermutu. Kita tak ingin anak-anak
sekolah lupa menuntut ilmu dan memperkaya wawasan-pengetahuan karena terlalu
nyamannya melakukan seks bebas.
Semua
masalah tersebut perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat remaja
merupakan calon penerus generasi bangsa. Ditangan remajalah masa depan bangsa
ini digantungkan. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk
mencegah semakin meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara
lain :
- Peran Orangtua :
- Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita
- Membekali anak dengan dasar moral dan pendidikan agama sejak dini
- Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua – anak
- Menjalin kerjasama yang baik dengan guru
- Menjadi tokoh panutan bagi anak baik dalam perilaku maupun dalam hal menjaga lingkungan yang sehat
- Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak
- Hindarkan anak dari NAPZA dan pergaulan bebas tetapi jangan terlalu mengekang si anak.
- Peran Guru :
- Menjadi guru yang bisa bersahabat dengan siswa;
- Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman untuk siswa belajar;
- Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler, seperti Paskibra, PMR, maupun ekstrakurikuler olahraga dan kesenian;
- Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga;
- Meningkatkan peranan, pelayanan dan pemberdayaan guru BP;
- Meningkatkan disiplin sekolah dan sanksi yang tegas serta mendidik;
- Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain;
- Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempat dan mewaspadai adanya provokator;
- Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah;
- Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat dalah hal fisik, mental, spiritual dan sosial serta meningkatkan deteksi dini penyalahgunaan NAPZA.
- Peran Pemerintah dan masyarakat :
- Menghidupkan dan memberdayakan kembali kurikulum budi pekerti;
- Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui olahraga, bermain, dan kesenian serta keterampilan lainnya;
- Menegakkan hukum, sanksi dan disiplin yang tegas serta dapat memberikan keteladanan bagi masyarakat khususnya para remaja;
- Menanggulangi penyimpangan seksual, dengan menerapkan peraturan dan hukumanya secara tegas;
- Pemilihan lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan.
- Peran Media :
- Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesuai usia);
- Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif);
- Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas biaya khusus untuk remaja.
2.7. PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING MENANGANI
PENYIMPANGAN SEKSUAL REMAJA
Ada beberapa peran yang bisa dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling
sebagai solusi dari fenomena penyimpangan seks pada remaja, antara lain:
1. Guru
bimbingan konseling sebagai konselor di sekolah memberikan layanan pendidikan
moral atau agama yang cukup. Hal ini diharapkan dapat membentengi remaja dari
penyimpangan perilaku penyimpangan seksual yang berujung kepada seks bebas di
kalangan remaja.
2. Guru
bimbingan konseling wajib memberikan pendidikan seks bagi remaja karena sangat
diperlukan agar remaja dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
3. Guru
bimbingan konseling meminta bantuan wali kelas agar pada saat perwalian dengan
orang tua siswa, wali kelas menyampaikan beberapa hal mengenai pentingnya perhatian
serta teladan dari orang tua kepada anak-anaknya. Hal tersebut sangat
diperlukan oleh seorang remaja, agar mereka terhindar dari penyimpangan
perilaku seksual yang menjurus kepada seks bebas.
Demikian signifikannya peranan pengetahuan agama yang mencapai akar
substansialnya serta pengetahuan seksual yang memadai dapat memecahkan fenomena
penyimpangan perilaku seksual di kalangan remaja.
2.8. METODE GURU BIMBINGAN KONSELING UNTUK MENANGANI
PENYIMPANGAN SEKSUAL REMAJA
Mengacu pada
dinamika remaja, menurut saya metode yang paling tepat untuk dilakukan oleh
guru bimbingan dan konseling sebagai konselor di sekolah menengah atas (SMA)
dalam menangani masalah penyimpangan seks adalah dengan cara memebrikan layanan
orientasi, informasi, serta bimbingan dan konseling kelompok.
Menurut
Prayitno (2004) orientasi berarti tatapan ke depan ke arah dan tenyang sesuatu
yang baru. Berdasarkan arti ini, layanan orientasi bisa bermakna suatu layanan
terhadap siswa di sekolah yang berkenaan dengan tatapan ke depan ke arah dan
tentang sesuatu yang baru. Layanan orientasi bertujuan untuk membantu individu
agar mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau situasi yang baru. Guru
bimbingan konseling sebaiknya menjalankan layanan ini dengan melihat fungsi
pencegahan, yaitu layanan orientasi bertujuan untuk membantu individu agar
terhindar dari hal-hal negatif seperti penyimpangan seksual yang dapat timbul
apabila individu tidak memahami situasi atau lingkungannya yang baru.
Di samping
itu, guru bimbingan konseling juga mendampingi siswa dengan memberikan layanan
informasi pada saat jam pelajaran bimbingan dan konseling di kelas. Layanan
informasi ini bertujuan agar individu (siswa) menegtahui dan menguasai
informasi yang selanjutnya dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya sehari-hari
dan perkembangan dirinya. Dalam upaya menangani masalah penyimpanagn seksual
ini, guru bimbingan konseling harus menyampaikan kepada peserta didik mengenai pendidikan seks, perkembangan remaja baik
secara fisik maupun psikologis, termasuk perkembangan organ seksualnya, dampak
buruk dari perilaku penyimpangan seksual dan bagaimana cara menghindarinya.
Pada
akhirnya layanan tersebut akan lebih sempurna jika guru bimbingan konseling
juga memberikan layanan bimbingan dan konseling kelompok. Karena untuk membahas
masalah seksualitas ini kurang maksimal jika dilakukan secara perorangan
ataupun layanan konsultasi. Individu akan merasa canggung untuk membahas hal
tersebut. Dalam layanan bimbingan dan konseling kelompok ini, aktivitas harus
diwujudkan untuk membahas berbagai hal mengenai seluk beluk pendidikan seks
bagi remaja yang berguna bagi pengembangan atau pemecahan masalah individu
(siswa) yang menjadi peserta layanan di bawah bimbingan pemimpin kelompok (guru
bimbingan konseling atau konselor). Layanan ini juga memberi hasil positif lain
yakni mengembangkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi, berkomunikasi baik
secara verbal maupun nonverbal, pengembanagn persepsi, wawasan, pikiran,
perasaan, dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif.
Dari
keseluruhan layanan di atas, diharapkan dapat memberi pemahaman peserta didik
akan bahaya penyimpangan seks bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya.
Pengetahuan-pengetahuan akan perkembangan remaja dan pendidikan seks juga
diharapkan dapat membuat siswa selalu bersikap sesuai norma yang ada dalam
masyarakat dan dapat mengembangkan dirinya secara optimal. Tujuan bimbingan dan
konseling ini tidak akan berhasil tentunya tanpa bantuan dari semua pihak baik
dari sekolah, masyarakat, lingkungan pergaulan, maupun keluarga siswa, serta
siswa itu sendiri dalam menyikapi keadaan yang ada pada dirinya.
BAB III
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
Keseluruhan
dari siswa sekolah menengah atas (SMA) adalah remaja dimana pada usianya ia
mengalami masa transisi dari kekanak-kanakan menuju dewasa. Banyak sekali hal-hal
yang membuat remaja melakukan penyimpangan, khususnya yang banyak terjadi saat
ini adalah penyimpangan seksual, yaitu perilaku seksual yang dilakuakan remaja
sebelum menikah. Guru bimbingan konseling sebagai konselor di sekolah yang
keberadaannya memiliki peran yang strategis dalam menangani masalah tersebut
dapat menjalankan perannya dengan melakukan layanan orientrasi, informasi, dan
bimbingan dan konseling kelompok. Guru bimbingan dan konseling tidak dapat
melakukan perannya sendiri melainkan harus melibatkan banyak pihak dalam
menangani masalah ini, termasuk pihak-pihak sekolah seperti guru mata pelajaran
dan wali kelas, orang tua siswa, masyarakat, dan siswa itu sendiri.
3.2.
SARAN
Bagi semua pihak yang terlibat dalam penanganan masalah
ini harus melakukan perannya dengan baik, karena kita tahu bahwa perilaku
penyimpangan seksual remaja ini adalah pelanggaran norma yang harus dihindari
agar tidak mengganggu perkembangan individu.
Khususnya bagi remaja, untuk lebih berhati-hati dalam
bergaul. Tidak ada salahnya untuk mempelajari pendidikan seks agar kita tahu
mana yang baik dan buruk, serta terus belajar agar dapat memahami betapa remaja sangat berharga
sebagai generasi penerus bagi
kelangsungan kehidupan bangsa dan negara ini.
DAFTAR PUSTAKA
Mugiarso, Heru. 2007.Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT
UNNES Press
Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi).
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Winkel, W.S. & Hastuti, Sri, M.M.
2004. Bimbingan dan Konseling di
Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni.
Jakarta: Rineka Cipta
Prayitno. 2004. Pengembangan Kompetensi dan Kebiasaan Siswa Melalui Pelayanan
Konseling. Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP Universitas Negeri
Padang.
Gunarsa, S.D., & Gunarsa, Y. 1995. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan
Keluarga. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia