Senin, 12 Mei 2014

Peran Guru Bimbingan Konseling dalam Menangani Masalah Penyimpangan Seks di Kalangan Siswa SMA




BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Perkembangan zaman telah memberi banyak kemudahan untuk dapat berinteraksi dan bertransaksi dengan orang lain. Teknologi berkembang pesat dengan sejumlah fasilitas untuk mengakses informasi dari seluruh dunia. Di zaman abad ke-20 ini, kebebasan pergaulan remaja sangatlah diperlukan agar mereka tidak “kuper” yang biasanya akan menjadi bahan tertawaan teman-temannya. Remaja saat ini beranggapan bahwa semakin banyak teman, maka dirinya merasa bahagia karena dirinya telah diakui dan diterima keberadaannya di suatu lingkungan. Di satu sisi, ada teman yang rajin belajar dan ibadah, sopan, dan jujur. Namun tidak sedikit juga teman yang melanggar norma masyarakat, seperti merokok, minum minuman keras, malas belajar, sering berkata yang tidak baik, bahkan yang suka melihat video porno dan melakukan penyimpangan seksual.
Telah kita ketahui masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan manusia yang di dalamnya mengalami banyak perubahan. Perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan diri remaja itu sendiri. Salah satu ciri usia remaja adalah mulai berubah dan berkembangnya sistem reproduksi dan banyaknya rasa ingin tahu pada diri seseorang dalam berbagai hal, tidak terkecuali bidang seks.
Pacaran merupakan budaya remaja saat ini yang sudah banyak dilakukan oleh remaja khusunya di kalangan siswa tingkat SMA. Mereka merasa malu dan “gengsi” apabila di bangku Sekolah Menengah Atas mereka tidak memiliki pacar atau” jomblo”. Pada usianya, remaja akan mengalami perasaan “jatuh cinta” atau rasa menyukai lawan jenisnya. Rendahnya pengetahuan dan lemahnya pondasi moral menyebabkan banyak remaja yang merealisasikan emosionalnya tersebut dengan cara yang salah, seperti nekat pacaran pada usia sekolah.
Seiring dengan kematangan organ reproduksi pada remaja, hasrat seksualitasnya pun akan mulai muncul. Hal ini sangat berbahaya bagi remaja yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya tersebut. Salah satu masalah yang sering timbul adalah masalah kehamilan yang terjadi pada remaja diluar pernikahan. Bahkan kehamilan tersebut sering terjadi pada remaja usia sekolah. Siswi yang mengalami kehamilan biasanya mendapatkan respon dari dua pihak. Pertama yaitu dari pihak sekolah, biasanya jika terjadi kehamilan pada siswi, maka yang sampai saat ini terjadi adalah sekolah meresponya dengan sangat buruk dan berujung dengan dikeluarkannya siswi tersebut dari sekolah. Kedua yaitu dari lingkungan di mana siswi tersebut tinggal, lingkungan akan cenderung mencemooh dan mengucilkan siswi tersebut. Hal tersebut terjadi jika karena masih kuatnya nilai norma kehidupan masyarakat kita.
Remaja adalah generasi penerus bangsa yang diharapkan masyarakat di masa yang akan datang. Kehamilan remaja usia sekolah akan berdampak buruk pada kesehatannya, kualitas bayi yang dilahirkan, dan terputusnya cita-cita remaja tersebut dan pada akhirnya akan berdampak buruk juga pada kesejahteraannya. Oleh karena itu penyimpangan seks dan kehamilan remaja adalah masalah yang saat ini mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pemerintah menegaskan kepada orang tua dan pihak-pihak sekolah sebagai lingkungan kedua, khususnya pada guru Bimbingan Konseling untuk membantu mengupayakan usaha-usaha pencegahan agar penyimpangan seksualitas di kalangan remaja ini tidak terjadi lagi pada generasi-generasi bangsa yang lain.
Sesuai dengan mata kuliah Bimbingan Konseling yang saya pelajari serta melihat penyimpangan remaja yang kian memprihatinkan dan sering terjadi pada orang-orang terdekat di lingkungan tempat tinggal kita, maka saya bermaksud untuk menulis makalah yang berjudul “Peran Guru Bimbingan Konseling dalam Menangani Masalah Penyimpangan Seks di Kalangan Siswa SMA” ini untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan Bimbingan Konseling.


1.2. RUMUSAN MASALAH
1.2.1.      Bagaimana peran guru BK dalam menangani masalah penyimpangan seks di kalangan siswa SMA?
1.2.2.      Apa saja metode-metode yang sebaiknya digunakan oleh guru BK untuk menangani masalah tersebut?

1.3. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan penulisan makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang:
1.3.1.      Peran guru Bimbingan Konseling dalam menangani masalah penyimpangan seks di kalangan siswa SMA
1.3.2.      Metode guru Bimbingan Konseling dalam menangani masalah penyimpangan seks di kalangan siswa SMA

1.4.MANFAAT PENULISAN
Hasil Penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu :
1.4.1.      Penulis
-          Memahami peran-peran guru Bimbingan Konseling dalam menangani masalah penyimpangan seks di kalangan siswa SMA
-          Memahami  fungsi-fungsi guru Bimbingan Konseling di sekolah
-          Menambah wawasan mengenai pentingnya Bimbingan Konseling di sekolah
-          Meningkatkan kesadaran sebagai calon guru untuk lebih mempersiapkan kualitas diri karena nantinya akan menjadi partner guru BK dalam menangani masalah siswa
-          Menambah pengetahuan serta pengalaman untuk menulis sebuah makalah
1.4.2.      Guru Bimbingan Konseling
-          Menambah pemahaman mengenai peran-perannya sebagai guru bimbingan konseling khususnya dalam menghadapi masalah penyimpangan seks di kalngan siswa SMA
-          Meningkatkan kinerja guru Bimbingan Konseling dalam menjalankan tugas atau peran-perannya secara profesional
-          Meningkatkan kualitas cara memberikan layanan bimbingan kepada peserta didik di sekolah
1.4.3.      Peserta Didik atau Siswa
-          Memberi pemahaman kepada siswa mengenai guru bimbingan konseling sebagai tempatbimbingan setelah orang tua untukmenambah pengetahuan termasuk seks, meningkatkan belajar, memecahkan masalah, penanaman karakter, dan sebagainya.
-          Meningkatkan antusias dan kesadaran siswa untuk konsultasi ke guru bimbingan konseling untuk mencegah hal-hal buruk pada perkembangannya
-          Siswa lebih terbuka dalam mencurahkan inisiatif atau aspirasinya untuk memecahkan masalahnya dalam hal penyimpangan seks dalam rangka menghindari dan mengoptimalkan potensinya
1.4.4.      Bagi Semua Instansi Pendidikan
-          Memberikan masukan untuk lebih memperhatikan pentingnya peranan guru Bimbingan Konselingdi sekolah dalam menangani masalah penyimpangan seks di kalangan remaja, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan sekolah selanjutnya.
-          Meningkatkan dukungan kepada guru Bimbingan Konseling untuk memberikan layanan kepada peserta didik di sekolah
1.4.5.      Bagi Masyarakat
-          Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai peran-peran guru Bimbingan Konseling di sekolah, khususnya dalam menangani masalah penyimpangan seks sehingga mereka dapat membantu putra-putrinya untuk mengarahkan agar mereka tidak terjerumus dalam penyimpangan seks
-          Menambah kepercayaan masyarakat akan eksistensi guru Bimbingan Konseling dalam menangani permasalahan siswa
1.4.6.      Bagi Pemerintah
-       Meningkatkan dukungan pemerintah terhadap layanan Bimbingan Konseling di sekolah.
BAB II
ISI
2.1. PENTINGNYA  BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH
Bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan oleh konselor yang memiliki kompetensi (profesional) kepada individu dari berbagai tahapan usia untuk membantu mereka mengarakan kehidupannya, mengembangkan pandangan hidupnya, menentukan keputusan bagi dirinya, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, (Laksmi, 2003:3). Sedangkan konseling merupakan suatu proses memberi bantuan yang dilakuakn mellaui wawancara konseling oleh seorang ahli (yang disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien, (Heru Mugiarso, 2011:5)
Pelayanan bimbingan dan konseling (disingkat BK) bisa dilakukan dalam setting lembaga pendidikan (sekolah atau madrasah), keluarga, masyarakat, organisasi, industri, dan lain sebagainya. Pembahasan dalam makalah ini memfokuskan pada pelayanan bimbingan dan konseling dalam setting lembaga pendidikan formal (sekolah atau madrasah). Awalnya, bimbingan dan konseling tidak diperuntukkan bagi dunia pendidikan. Tetapi, dalam perkembangannya diterapkan dalam dunia pendidikan.
Berbagai fenomena perilaku peserta didik dewasa ini seperti tawuran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan psikotropika, perilaku seksual menyimpang, degradasi ,oral, pencapaian hasil belajar yang tidak memuaskan, tidak lulus ujian, gagal UAN dan lain sebagainya, menunjukkan bahwa tujuan pendidikan yang salah satu  upaya pencapaiannya melalui proses pembelajaran, belum sepenuhnya mampu menjawab atau memecahkan berbagai persoalan tersebut di atas. Hal ini mengindikasikan perlu adanya upaya pendekatan bimbingan dan konseling yang dilakukan di luar situasi proses pembelajaran.
Selain alasan di atas, Tohirin (2007) menjelaskan ada beberapa alasan mengapa pelayanan bimbingan dan konseling diperlukan dalam dunia pendidikan terutama dalam lingkup sekolah atau madrasah. Alasan tersebut adalah:
Pertama, Perkembangan IPTEK. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat berpengaruh dalam dunia pendidikan khususnya dalam lingkup sekolah. Di satu sisi, perkembangan IPTEK juga berdampak positif bagi kemudahan akses informasi dan wawasan dalam dunia pendidikan. Di sisi lain, perkembangan IPTEK akan membawa dampak pada timbulnya masalah hubungan sosial, moralitas, karakter, kebiasaan, bahkan pergaulan, dan lain sebagainya. Seiring dengan lajunya pertumbuhan penduduk juga semakin menambah kompleksnya masalah. Dalam kondisi seperti itu, individu dituntut untuk mampu menghadapi berbagai masalah seperti kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi), perencanaan dan pemilihan pendidikan, perencanaan dan pemilihan pekerjaan, masalah hubungan sosial, keluarga, masalah-masalah pribadi dan lain sebagainya. Sehingga, individu perlu mendapatkan bimbingan (bantuan) dari orang lain. Oleh karena itu, lembaga pendidikan tidak dapat melepaskan diri dari situasi kehidupan seperti dikemukakan di atas, dan memiliki tanggung jawab untuk membantu para siswa baik sebagai pribadi maupun sebagai calon anggota masyarakat. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah bertanggung jawab mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu (berhasil) meneysuaikan diri di dalam amsyarakat dan mampu memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya. Singkatnya, layanan bimbingan dan konseling sangat diperlukan dalam keadaan seperti tersebut di atas.
Kedua, makna dan fungsi pendidikan. Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan berkaitan erat dengan hakikat makna dan fungsi pendidikan dalam keseluruhan aspek kehidupan. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian yang berlangsung seumur hidup baik di sekolah maupun madrasah. Pendidikan juga bermakna proses membantu individu baik jasmani dan rohani ke arah terbentuknya kepribadian utama (pribadi yang berkualitas). Makna dari pernyataan di atas adalah bahwa inti tujuan pendidikan adalah terwujudnya kepribadian yang optimal dari setiap peserta didik. Tujuan ini pulalah yang ingin dicapai oleh layanan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan Konseling dalam pendidikan memiliki peranan yang sanagt penting; yaitu membantu setiap pribadi peserta didik agar berkembang secara optimal.
Ketiga, guru. Tugas dan tanggung jawab utama guru sebagai pendidik adalah mendidik sekaligus mengajar, yaitu membantu peserta didik untuk mencapai kedewasaan. Dalam proses pembelajaran tugas utama guru selain sebagai pengajar juga pembimbing. Untuk itu guru ahrus mampu: (1) mengenal dan memahami setiap siswa baik sebagai individu maupun kelompok, (2) memberikan berbagai informasi yang diperlukan dalam proses pembelajaran, (3) memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya, (4) membantu (membimbing) setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, dan (5) menilai keberhasilan siswa (Surya, 1998). Guna mewujudkan fungsi dan peran di atas, merupakan suatu keniscayaan bagi setiap calon guru dan guru untuk menguasai bimbingan dan konseling.
Keempat, faktor psikologis. Dalam proses pendidikan di sekolah, sisiwa merupakan pribadi yang unik dengan segala karakteristiknya. Sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses perkembangan, siswa memiliki kebutuhan dan dinamika dalam interaksi dengan lingkungannya. Terdapat perbedaab individual antara sisiwa yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, siswa sebagai pelajar, senantiasa terjadi perubahan perilaku sebagai akibat hasil proses belajar yang telah dilakukan oleh siswa. Beberapa aspek psikologis dalam pendidikan yang bersumber dari siswa seperti disebutkan di atas, dapat menimbulkan berbagai masalah psikologis pula. Beberapa masalah yang menjadi latar belakang perlunya layanan bimbingan dan konseling di sekolah yaitu; (1) masalah perkembanagn individu, (2) masalah perbedaan individu, (3) masaalh kebutuhan individu, (4) masalah penyesuaian diri, dan (5) masalah belajar. Masalah-masalah psikologis yang timbul pada siswa menuntut adanya upaya pemecahan melalui pendekatan psikologis antara lain melalui layanan bimbingan dan konseling.
Bimbingan merupakan bagain integral dari proses pendidikan dan memiliki kontribusi terhadap keberhasilan proses pendidikan di sekolah (Juntika, 2005). Berdasarkan pernyataan dan alasan-alasan di atas dapat dipahami bahwa proses pendidikan di sekolah tidak akan berhasil secara baik apabila tidak didukung oleh penyelenggaraan bimbingan secara baik pula.

2.2. BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Menurut W.S. Winkel & M.M. Sri Hastuti (2004) ada enam aspek yang berkaitan dengan program bimbingan di sekolah menengah umum (SMU) atau yang kita kenal sekarang dengan sekolah menengah atas (SMA), ialah:
a)      Sebagai penjabaran dari tujuan pendidikan ansional sebagaimana teruraikan dalam UUSPN Nomor 2 Tahun 1989, Pasal 4, dalam PP nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah berkenaan dengan tujuan institusional ditetapkan abhwa; “Pendidikan menengah bertujuan (1) meningkatkan pengetahuan sisiwa untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih  tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dak kesenian; (2) meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya.” (Pasal 2). Kemudian dalam pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, ditetapkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 061/U/1993, tanggal 25 Februari 1993, tentang Kurikulum Sekolah Menengah Umum, sebagaimana tercantum antara lain dalam Lampiran 1 tentang Landasan, Program dan Pengembangan Kurikulum Sekolah Menengah Umum. Dalam Lampiran 1 ini terbaca bahwa “Kurikulum SMU disusun untuk mencapai tujuan pendidikan pada SMU. Kurikulum ini merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.” Program pengajaran itu terdiri dari program pengajaran umum di kelas I dan II, yang mencakup bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam 10 mata pelajaran, serta program pengajaran khusus di kelas III, yang meliputi program Bahasa, program Ilmu Pengetahuan Alam dan program Ilmu pengetahuan Sosial.
b)      Kebutuhan siswa selama rentang umur 16-19 tahun. Kebutuhan orang muda pada saat itu terutama bersifat psikologis, seperti endapat perhatian dan dukungan tanpe pamrih negatif apapun, mendapat pengakuan terhadap keunikan alam pikiran dan perasaannya, menerima kebebasan yang wajar dalam mengatur kehidupannya sendiri tanpa dilepaskan sama sekali dari perlindungan keluarga, memperoleh prestasi-pprestasi yang patutu dbanggakan di bidang akademik dan non-akademik, membina persahabatan dengan teman sejenis dan lain jenis, memiliki ciita-cita hidup yang pantas untuk dikejar. Tugas-tugas perkembangan yang dihadapi oleh sisiwa remaja adalah, antara lai mengembangkan  rasa tanggung jawab, sehingga dapat melepaskan diri dari ikatan emosional yang kekanak-kanakan dan membuktikan diri pantas diberi kebebasan yang sesuai bagi umurnya; mempersiapkan diri dalam memainkan peranan sebagai pria dan wanita (sexual roles); merencanakan masa depannya di bidang studi dan pekerjaan, sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang dianut dan keadaan masyarakat yang nyata.
c)      Pola dasar yang sebaiknya dipegang sangat tergantung dari lokasi lembaga sekolah.
d)     Seluruh komponen bimbingan yang termasuk layanan-layanan bimbingan semuanya harus mendapat perhatian yang seimbang.
e)      Baik bentuk bimbingan kelompok maupun bentuk bimbingan individual diterapkan secar seimbang. Supaya pelayanan bimbingan sampai pada semua siswa, kebanyakan harus dituangkan dalam bentuk bimbingan kelompok. Namun, karena siswa remaja sanagt peka dalam hak-hal yang dianggap rahasia dan masalah pribadi, kesempatan untuk berwawancara konseling sewaktu-waktu harus tersedia, misalnya dengan menggunakan sistem piket bagi beberapa konselor sekolah. Sikap bimbingan yang diutamakan adalah sifat preservatif dan preventif.
f)       Tenaga pendodik yang mana memegang peranan kunci, tergantung dari pola dasar yanh dipegang. Bila dioegang pola generalis, para guru bidang studi dan wali kelas memegang peranan kunci, dengan mendapat koordinasi dari seorang konselor sekolah dan asistensi dari satu atau dua guru-konselor. Jajaran guru bidang studi dan wali kelas dapat melakukan kegiatan bimbingan seperti yang telah digariskan untuk sekolah menengah tingkat pertama.
Mengacu pada pernyataan-pernyataan di atas, eksisitensi guru bimbingan konseling atau konselor di sekolah sangatlah penting, apalagi dalam tingkat siswa menengah atas yang notabenenya adalah remaja. Guru bimbingan konseling memiliki peranan yang kompleks terlebih dalam menghadapi perkembangan remaja yang beraneka ragam satu dengan yang lainnya. Salah satu masalah yang terjadi pada remaja-remaja di sekitar kita adalah masalah penyimpangan seksual. Masalah ini banyak sekali dilakukan oleh siswa SMA dimana dalam tahap ini mereka belajar mengaktualisasikan peranan pria dan wanita (sexual roles) dalam kehidupan mereka. Cukup disayangkan karena mereka mengambil langkah negatif untuk nekat berpacaran dan melakukan berbagai bentuk penyimpangan seksual. Masalah ini sulit dibasmi karena sudah menjadi hal yang lazim atau biasa terjadi. Di sekolah, guru bimbingan konseling memiliki tanggung jawab dan operanan utama untuk menangani masalah tersebut.

2.3. REMAJA DAN PERMASALAHANNYA
Telah kita ketahui bahwa keseluruhan siswa sekolah menengah atas (SMA) adalah remaja yang sedang mengalami masa transisi dan menghadapi berbagai perubahan dalam dirinya. Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. (Soekidjo Notoatmodjo: 2007). Di sebagain besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Sedangkan menurut World Helath Organization (WHO) remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa, dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi  relatif mandiri.
Mohammad (1994) mengemukakan bahwa remaaj adalah anak berusia 13-25 tahun, di maan usia 13 tahun merupakan batas usia pubertas pada umumnya, yaitu ketika secara biologis sudah mengalami kematangan seksual dan usia 25 tahun adalah usia ketika mereka pada umumnya secara sosial dan psikologis mampu mandiri. Berdasarkan uraian di atas ada dua hal penting menyangkut batasan remaja, yaitu mereka sedang mengalami perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan perubahan tersebut menyangkut perubahan fisik dan psikologis.
Ada dua aspek dalam perubahan remaja, yaitu perubahan fisik atau biologis dan perubahan psikologis.
1.      Perubahan Fisik
Antara remaja putra dan putri kematangan seksual terjadi dalam usia yang berbeda. Kematangan seksual pada remaja pria biasanya terjadi pada usia 10-13,5 tahun sedangkan pada remaja putri terjadi pada usia 9-15 tahun. Perubahan fisik ini tampak jelas dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai  bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula orang dewasa. Pada periode ini pula remaja berubah dengan menunjukkan gejala primer dan sekunder dalam pertumbuhan remaja. Diantara perubahan-perubahan fisik tersebut dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Ciri-ciri seks primer
Modul kesehatan reproduksi remaja Depkes 2002 (dalam Ririn Darmasih 2009: 9) disebutkan bahwa “ciri-ciri seks primer pada remaja adalah remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah mengalami mimpi basah”. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki-laki usia antara 10-15 tahun,  pada remaja perempuan bila sudah mengalami menarche (menstruasi), menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah.
b. Ciri-ciri seks sekunder  
Tanda-tanda fisik sekunder merupakan tanda-tanda badaniah yang membedakan pria dan wanita. Pada wanita bisa ditandai antara lain pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota 16 badan menjadi panjang), pertumbuhan payudara, tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan ketinggian badan setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi keriting, haid, dan tumbuh bulu- bulu ketiak. Pada laki-laki bisa ditandai dengan pertumbuhan tulang-tulang, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara, bulu kemaluan menjadi keriting, tumbuh rambut-rambut halus di  wajah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap, tumbuh bulu di dada.
2.      Perubahan Psikologis
Telah dijelaskan di atas bahwa masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa transisi sering kali menghadapkan individu yang bersangkutan pada situasi yang membingungkan, di satu pihak ia masih kanak-kanak dan di lain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Dalam masa ini butuh suatu waktu dan proses yang harus dilalui seorang remaja yang biasanya pada masa itu banyak permasalahan yang muncul. Karena masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago olehMihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remajarata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luarbiasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jamuntuk hal yang sama.
Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja iniseringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatansehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengancepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran.
Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata.
Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan. Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang.
Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja dari beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yang telah dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan–kemungkinan perilaku yang bisa terjadi pada masa ini. Diantaranya adalah perilaku yang mengundang resiko dan berdampak negatif pada remaja. Perilaku yang mengundang resiko pada masa remaja misalnya seperti penggunaan alkohol, tembakau dan zat lainnya, aktivitas sosial yang berganti–ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya seperti balapan, selancar udara, dan layang gantung. Alasan perilaku yang mengundang resiko adalah bermacam–macam dan berhubungan dengan dinamika fobia balik (conterphobic dynamic), rasa takut dianggap tidak cakap, perlu untuk menegaskan identitas maskulin dan dinamika kelompok seperti tekanan teman sebaya.
Masa remaja merupakan masa dimaan terjadi perubahan fisik sebagai akibat mulai berfungsinya kelenjar endokrin yang menghasilkan berbagai hormon yang akan mempengaruhi pertumbuhan secara keseluruhan dan pertumbuhan organ seks pada khususnya. Masa remaja sering disebut sebagai masa pancaroba, masa krisis, dan amsa pencarian identitas. Kenakalan remaja sering terjadi pada umunya karena tidak terpenuhinya kebuuthan-kebutuhan mereka seeprti kebutuhan prestasi, kebutuhan akan komformitas, kebutuhan seksual, kebutuhan yang berhubungan dengan kehidupan keluarga, dan kebuuthan akan identitas diri serta kebutuhan popularitas. Dalam usahanya untuk mencari identitas diri, seorang remaja sering membantah orang tuanya karena ia mulai mempunyai pendapat-pendapat sendiri, cita-cita serta nilai-nilai sendiri yang berbeda dengan orang tuanya. Sebenarnya mereka belum cukup mampu untuk berdiri sendiri oleh karena itu mereka sering terjerumus ke dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang dari aturan atau disebut dengan kenakalan remaja. Salah satu bentuk kenakalan remaja itu adalah perilaku menyimpang seksual remaja pranikah.
2.4.  PERILAKU SEKSUAL REMAJA DAN KESEHATAN REPRODUKSI
Perilaku seksual remaja adalah tindakan yang dilakukan oleh remaja berhubungan dengan dorongan seksual yang datang baik dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya, (Soekidjo Notoatmodjo: 2007).
Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sanagt berhubungan dengan kesehatan reproduksi seseorang. Dalam penyimpangan seks remaja, adanya penurunan usia rata-rata pubertas mendorong remaja untuk aktif secara seksual lebih dini dan adanya persepsi bahwa dirinya memiliki resiko yang lebih rendah atau tidak beresiko sama sekali yang berhubungan dengan perilaku seksual, semakin mendorong remaja memenuhi dorongan seksualnya pada saat sebelum menikah, bahkan pada saat masih sekolah. Banyak remaja yang mengira bahwa kehamilan tidak akan terjadi pada senggama (intercourse) yang pertama kali atau mereka merasa bahwa dirinya tidak akan pernah terinfeksi HIV/AIDS karena pertahanan tubuhnya cukup kuat.
Secara umum terdapat 4 faktor yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, yakni:
a.       Faktor sosial ekonomi, dan demografi. Faktor ini berhubungan dengan kemiskinan, tingakt pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan mengenai perkembanagn seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil.
b.      Faktor budaya dan lingkungan, anatra lain adalah praktik tradisional yang berdampak buruk terhadap kesehatan reproduksi, keyakinan banyak anak banyak rezeki, dan informasi yang membingungkan anak dan remaja mengenai fungsi dan proses reproduksi.
c.       Faktor psikologis: Keretakan orang tua akan memeberikan dampak pada kehidupan remaja, depresi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharganya wanita di maat pria yang membeli kebebasan dengan materi.
d.      Faktor biologis, antara lain cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi, dan sebagainya.

2.5.  PENYIMPANGAN SEKSUAL REMAJA
Masa  remaja  adalah  masa-masa  yang  paling  indah. Pencarian  jati  diri  seseorang  terjadi  pada  masa  remaja. Bahkan banyak orang mengatakan bahwa remaja adalah tulang punggung sebuah negara. Statement demikian memanglah benar, remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas kinerja dan mental yang lebih baik. Di tangan remajalah tergenggam arah masa depan bangsa ini. Namun melihat kondisi remaja saat ini, harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan kuaitas negara di masa yang akan datang sepertinya bertolak belakang dengan kenyataan yang ada.  Perilaku nakal dan menyimpang di kalangan remaja saat ini cenderung mencapai titik kritis.  Telah banyak remaja yang terjerumus ke dalam kehidupan  yang dapat merusak masa depan.
Dalam rentang waktu kurang dari satu dasawarsa terakhir, kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang amat memprihatinkan.  Kenakalan remaja yang diberitakan dalam berbagai forum dan media dianggap semakin membahayakan.  Berbagai macam kenakalan remaja yang ditunjukkan akhir-akhir ini seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan, penyalahgunaan narkoba, dan penyimpangan seksual yang menjurus pada  seks bebas pranikah kasusnya semakin menjamur di kalangan siswa menengah atas.
Sepertinya seks bebas telah menjadi trend tersendiri bagi remaja. Bahkan seks bebas di luar nikah yang dilakukan oleh remaja (pelajar dan mahasiswa) bisa dikatakan bukanlah suatu kenakalan lagi, melainkan sesuatu yang wajar dan telah menjadi kebiasaan. Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini memang sangatlah memprihatinkan. Berdasarkan beberapa data, di antaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks.
Hasil survei lain juga menyatakan, satu dari empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7 persen remaja kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 persen di antaranya berbuat ekstrim, yakni pernah melakukan aborsi. Aborsi dilakukan sebagai jalan keluar dari akibat dari perilaku seks bebas.Bahkan penelitian LSM Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara) Bandung antara tahun 2000-2002, remaja yang melakukan seks pra nikah, 72,9% hamil, dan 91,5% di antaranya mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali. Data ini didukung beberapa hasil penelitian bahwa terdapat 98% mahasiswi Yogyakarta yang melakukan seks pra nikah mengaku pernah melakukan aborsi. Secara kumulatif, aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta kasus per tahun. Setengah dari jumlah itu dilakukan oleh wanita yang belum menikah, sekitar 10-30% adalah para remaja. Artinya, ada 230 ribu sampai 575 ribu remaja putri yang diperkirakan melakukan aborsi setiap tahunnya.Sumber lain juga menyebutkankan, tiap hari 100 remaja melakukan aborsi dan jumlah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun.
Selain itu survei yang dilakukan BKKBN pada akhir 2008 menyatakan, 63 persen remaja di beberapa kota besar di Indonesia melakukan seks pranikah. Dan, para pelaku seks dini itu menyakini, berhubungan seksual satu kali tidak menyebabkan kehamilan. Sumber lain juga menyebutkan tidak kurang dari 900 ribu remaja yang pernah aborsi akibat seks bebas (Jawa Pos, 28-5-2001). Dan di Jawa Timur, remaja yang melakukan aborsi tercatat 60% dari total kasus (Jawa Pos, 9-4-2005).
Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, saat ini juga banyak diberitakan anak dan remaja seusia SD-SMA melakukan perkosaan terhadap lawan jenis. Bahkan, antarlawan jenis melakukan seks bebas dengan dalih suka sama suka. Mereka seringkali mengungkapkan alasan melakukan itu karena menonton “film-film biru”. Pada simpul ini, kita ketahui bahwa video compact disk (VCD) dan film yang berbau porno bisa memberikan pengaruh negatif bagi anak dan remaja. Memang tak bisa dimungkiri jika perkembangan industri pornografi di negeri ini relatif pesat. Pada titik ini, anak dan remaja ternyata belum mendapatkan perlindungan maksimal dari bahaya pornografi. Dari berbagai penelitian terkait media dan komunikasi publik, tayangan dan bacaan yang terus-menerus dikonsumsi dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku. Media cetak dan elektronik yang beraroma pornografi tentu bisa mempengaruhi anak dan remaja.

2.6.  RISIKO PENYIMPANGAN SEKSUAL REMAJA
Dalam kondisi saat ini banyak faktor mulai dari perkembangan dan kemudahan IPTEK sampai kurangnya pengetahuan remaja menyebabkan perilaku penyimpanagan seksual merajalela di lingkungan kita. Namun begitu, banyak remaja tidak mengindahkan bahkan tidak tahu dampak dari perilaku seksual mereka terhadap kesehatan reproduksi baik dalam waktu yang cepat ataupun dalam waktu yang lebih panjang. Berikut dampak perilaku seksual remaja pranikah.
a.       Hamil yang tidak dikehendaki (Unwanted pregnancy)
b.      Penyakit menular seksual (PMS) – HIV/AIDS
c.       Konsekuensi psikologis yang disebabkan oleh penghakiman atas perilaku atau aib yang telah ia lakukan.
d.      Terputusnya cita-cita
e.       Kurangnya kesejahteraan dari keluarga baru yang ia bangun
f.       Kurang dapat mengoptimalkan potensi dan kemmapuan yang dimiliki

2.7.  MENANGGULANGI PENYIMPANGAN SEKS REMAJA
      Kesadaran segenap pihak untuk melindungi anak dan remaja dari bahaya pornografi dan seks bebas diperlukan, mulai dari keluarga di rumah, guru bimbingan dan konseling dan semua pihak di sekolah, dan seluruh unsur masyarakat.  Orangtua perlu memantau perkembangan anaknya dan menaruh perhatian seksama. Ada tanggung jawab orangtua yang tidak boleh dilalaikan untuk mendidik anaknya agar mengetahui mana perilaku yang benar dan yang salah, mana perilaku yang susila dan yang asusila. Mengontrol tontonan layar kaca yang disaksikan anak juga perlu dilakukan. Orangtua semestinya memberikan pemahaman dan menjelaskan kepada anak terkait apa yang disaksikan di layar kaca. Kasih sayang dan perhatian orangtua yang proporsional menjadi sebuah keniscayaan untuk mencegah anak dari perilaku menyimpang. Pendidikan akhlak, budi pekerti, moral, dan semacamnya selayaknya mulai disosialisasikan sejak dari lingkungan keluarga.
Begitu juga dengan pihak sekolah, nilai-nilai moral dan kesusilaan perlu ditanamkan kepada peserta didik. Pendidikan agama yang tercakup dalam kurikulum pendidikan harapannya bisa menyentuh kesadaran peserta didik sehingga memiliki perilaku mulia dan cerdas untuk menilai tindakan baik dan buruk. Piranti moral, akhlak, dan budi pekerti perlu dimiliki peserta didik, sehingga dapat membedakan mana yang positif dan yang negatif. Di lain pihak, industri media dan komunikasi perlu menyadari bahwa fungsi pers tidak sekadar mencari laba semata, tetapi juga memiliki fungsi pendidikan. Pers harus menyadari perannya untuk turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, mencerahkan pikiran dan perilaku anak dan remaja.
Kepedulian segenap pihak untuk melindungi anak dan remaja dari terpaan pornografi tak bisa ditawar-tawar lagi. Kita sudah saatnya melindungi anak dan remaja sebagai generasi masa depan dari pengaruh buruk pornografi. Tanggung jawab melindungi anak dan remaja berada di pundak orangtua, sekolah, masyarakat, pemerintah, dan institusi-institusi nonpemerintah yang memang peduli bahwa baik buruknya Indonesia ke depan ditentukan oleh generasi masa kini. Kita tentu saja tak ingin menyaksikan anak dan remaja lebih suka gambar dan tayangan porno ketimbang melahap bacaan bermutu. Kita tak ingin anak-anak sekolah lupa menuntut ilmu dan memperkaya wawasan-pengetahuan karena terlalu nyamannya melakukan seks bebas.
Semua masalah tersebut perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat remaja merupakan calon penerus generasi bangsa. Ditangan remajalah masa depan bangsa ini digantungkan. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain :
  1. Peran Orangtua :
    1. Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita
    2. Membekali anak dengan dasar moral dan pendidikan agama sejak dini
    3. Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua – anak
    4. Menjalin kerjasama yang baik dengan guru
    5. Menjadi tokoh panutan bagi anak baik dalam perilaku maupun dalam hal menjaga lingkungan yang sehat
    6. Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak
    7. Hindarkan anak dari NAPZA dan pergaulan bebas tetapi jangan terlalu mengekang si anak.
  2. Peran Guru :
    1. Menjadi guru yang bisa bersahabat dengan siswa;
    2. Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman untuk siswa belajar;
    3. Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler, seperti Paskibra, PMR, maupun ekstrakurikuler olahraga dan kesenian;
    4. Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga;
    5. Meningkatkan peranan, pelayanan dan pemberdayaan guru BP;
    6. Meningkatkan disiplin sekolah dan sanksi yang tegas serta mendidik;
    7. Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain;
    8. Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempat dan mewaspadai adanya provokator;
    9. Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah;
    10. Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat dalah hal fisik, mental, spiritual dan sosial serta meningkatkan deteksi dini penyalahgunaan NAPZA.
  3. Peran Pemerintah dan masyarakat :
    1. Menghidupkan dan memberdayakan  kembali kurikulum budi pekerti;
    2. Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui olahraga, bermain, dan kesenian serta keterampilan lainnya;
    3. Menegakkan hukum, sanksi dan disiplin yang tegas serta dapat memberikan keteladanan bagi masyarakat khususnya para remaja;
    4. Menanggulangi penyimpangan seksual, dengan menerapkan peraturan dan hukumanya secara tegas;
    5. Pemilihan lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan.
  4. Peran Media :
    1. Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesuai usia);
    2. Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif);
    3. Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas biaya khusus untuk remaja.

2.7. PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING MENANGANI PENYIMPANGAN SEKSUAL REMAJA
Ada beberapa peran yang bisa dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling sebagai solusi dari fenomena penyimpangan seks pada remaja, antara lain:
1.      Guru bimbingan konseling sebagai konselor di sekolah memberikan layanan pendidikan moral atau agama yang cukup. Hal ini diharapkan dapat membentengi remaja dari penyimpangan perilaku penyimpangan seksual yang berujung kepada seks bebas di kalangan remaja.
2.      Guru bimbingan konseling wajib memberikan pendidikan seks bagi remaja karena sangat diperlukan agar remaja dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
3.      Guru bimbingan konseling meminta bantuan wali kelas agar pada saat perwalian dengan orang tua siswa, wali kelas menyampaikan beberapa hal mengenai pentingnya perhatian serta teladan dari orang tua kepada anak-anaknya. Hal tersebut sangat diperlukan oleh seorang remaja, agar mereka terhindar dari penyimpangan perilaku seksual yang menjurus kepada seks bebas.
Demikian signifikannya peranan pengetahuan agama yang mencapai akar substansialnya serta pengetahuan seksual yang memadai dapat memecahkan fenomena penyimpangan perilaku seksual di kalangan remaja.

2.8.  METODE GURU BIMBINGAN KONSELING UNTUK MENANGANI PENYIMPANGAN SEKSUAL REMAJA
Mengacu pada dinamika remaja, menurut saya metode yang paling tepat untuk dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling sebagai konselor di sekolah menengah atas (SMA) dalam menangani masalah penyimpangan seks adalah dengan cara memebrikan layanan orientasi, informasi, serta bimbingan dan konseling kelompok.
Menurut Prayitno (2004) orientasi berarti tatapan ke depan ke arah dan tenyang sesuatu yang baru. Berdasarkan arti ini, layanan orientasi bisa bermakna suatu layanan terhadap siswa di sekolah yang berkenaan dengan tatapan ke depan ke arah dan tentang sesuatu yang baru. Layanan orientasi bertujuan untuk membantu individu agar mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau situasi yang baru. Guru bimbingan konseling sebaiknya menjalankan layanan ini dengan melihat fungsi pencegahan, yaitu layanan orientasi bertujuan untuk membantu individu agar terhindar dari hal-hal negatif seperti penyimpangan seksual yang dapat timbul apabila individu tidak memahami situasi atau lingkungannya yang baru.
Di samping itu, guru bimbingan konseling juga mendampingi siswa dengan memberikan layanan informasi pada saat jam pelajaran bimbingan dan konseling di kelas. Layanan informasi ini bertujuan agar individu (siswa) menegtahui dan menguasai informasi yang selanjutnya dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan perkembangan dirinya. Dalam upaya menangani masalah penyimpanagn seksual ini, guru bimbingan konseling harus menyampaikan kepada peserta didik mengenai  pendidikan seks, perkembangan remaja baik secara fisik maupun psikologis, termasuk perkembangan organ seksualnya, dampak buruk dari perilaku penyimpangan seksual dan bagaimana cara menghindarinya.
Pada akhirnya layanan tersebut akan lebih sempurna jika guru bimbingan konseling juga memberikan layanan bimbingan dan konseling kelompok. Karena untuk membahas masalah seksualitas ini kurang maksimal jika dilakukan secara perorangan ataupun layanan konsultasi. Individu akan merasa canggung untuk membahas hal tersebut. Dalam layanan bimbingan dan konseling kelompok ini, aktivitas harus diwujudkan untuk membahas berbagai hal mengenai seluk beluk pendidikan seks bagi remaja yang berguna bagi pengembangan atau pemecahan masalah individu (siswa) yang menjadi peserta layanan di bawah bimbingan pemimpin kelompok (guru bimbingan konseling atau konselor). Layanan ini juga memberi hasil positif lain yakni mengembangkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi, berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal, pengembanagn persepsi, wawasan, pikiran, perasaan, dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif.
Dari keseluruhan layanan di atas, diharapkan dapat memberi pemahaman peserta didik akan bahaya penyimpangan seks bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Pengetahuan-pengetahuan akan perkembangan remaja dan pendidikan seks juga diharapkan dapat membuat siswa selalu bersikap sesuai norma yang ada dalam masyarakat dan dapat mengembangkan dirinya secara optimal. Tujuan bimbingan dan konseling ini tidak akan berhasil tentunya tanpa bantuan dari semua pihak baik dari sekolah, masyarakat, lingkungan pergaulan, maupun keluarga siswa, serta siswa itu sendiri dalam menyikapi keadaan yang ada pada dirinya.




















BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Keseluruhan dari siswa sekolah menengah atas (SMA) adalah remaja dimana pada usianya ia mengalami masa transisi dari kekanak-kanakan menuju dewasa. Banyak sekali hal-hal yang membuat remaja melakukan penyimpangan, khususnya yang banyak terjadi saat ini adalah penyimpangan seksual, yaitu perilaku seksual yang dilakuakan remaja sebelum menikah. Guru bimbingan konseling sebagai konselor di sekolah yang keberadaannya memiliki peran yang strategis dalam menangani masalah tersebut dapat menjalankan perannya dengan melakukan layanan orientrasi, informasi, dan bimbingan dan konseling kelompok. Guru bimbingan dan konseling tidak dapat melakukan perannya sendiri melainkan harus melibatkan banyak pihak dalam menangani masalah ini, termasuk pihak-pihak sekolah seperti guru mata pelajaran dan wali kelas, orang tua siswa, masyarakat, dan siswa itu sendiri.
3.2. SARAN
            Bagi semua pihak yang terlibat dalam penanganan masalah ini harus melakukan perannya dengan baik, karena kita tahu bahwa perilaku penyimpangan seksual remaja ini adalah pelanggaran norma yang harus dihindari agar tidak mengganggu perkembangan individu.
            Khususnya bagi remaja, untuk lebih berhati-hati dalam bergaul. Tidak ada salahnya untuk mempelajari pendidikan seks agar kita tahu mana yang baik dan buruk, serta terus belajar agar dapat  memahami betapa remaja sangat berharga sebagai generasi penerus  bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan negara ini.


DAFTAR PUSTAKA
Mugiarso, Heru. 2007.Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT UNNES Press
Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: Raja Grafindo Persada
Winkel, W.S. & Hastuti, Sri, M.M. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
Prayitno. 2004. Pengembangan Kompetensi dan Kebiasaan Siswa Melalui Pelayanan Konseling. Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP Universitas Negeri Padang.
Gunarsa, S.D., & Gunarsa, Y. 1995. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia