PAPER
ANDAI AKU MENJADI SEORANG GURU
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan
Oleh
Nama : Laily Nur Iffah
Sari
NIM : 2201412055
Rombel : 9
Dosen : Siti Nuzulia
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INGGRIS
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Menjadi seorang guru adalah
cita-cita saya dari kecil karena menurut saya mengajarkan ilmu kepada orang
lain adalah pekerjaan mulia dan sangat menyenangkan. Saya sering memperhatikan
bagaimana guru-guru saya mengajar, bahkan cara mereka berpenampilan sebagai
seorang guru.
Mata pelajaran bahasa inggris telah
menjadi favorit saya sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Selain
di kelas, saya juga menekuni mata pelajaran ini di sebuah lembaga kursus bahasa
inggris yang ada di kabupaten Klaten. Hingga akhirnya saya melanjutkan ke
perguruan tinggi khususnya bidang keguruan agar nantinya saya bisa menjadi
seorang guru bahasa inggris yang baik.
Selama belajar di Universitas Negeri
Semarang ini, banyak sekali ilmu yang saya dapatkan baik mengenai bahasa
inggris maupun mata kuliah kependidikan, salah satunya adalah yang saya
dapatkan di semester 4 ini yaitu Psikologi Pendidikan. Sebagai mahasiswa
kependidikan, mata kuliah ini wajib diambil mengingat pentingnya mata kuliah
ini sebagai bekal mahasiswa calon guru yakni dibutuhkan pemahaman tentang
berbagai teori belajar dan cara-cara memotivasi siswa dalam belajar yang harus
dikuasai oleh pendidik agar mampu merancang pembelajaran yang menarik dan memotivasi
siswa untuk gemar belajar.
Selama
belajar Psikologi Pendidikan saya tentunya sudah mengetahui dan juga memiliki
pandangan bagaimana menjadi seorang guru atau pendidik yang baik. Dalam
karangan ini saya akan menjabarkan mengenai pendangan saya mengenai pentingnya
peran pendidik dalam pembelajaran serta apa saja yang akan saya lakukan ketika
saya menjadi guru nanti mulai dari menguasai 4 kompetensi pendidik, teori
belajar apa yang akan saya gunakan dalam pembelajaran, bagaimana saya akan
memotivasi peserta didik untuk belajar, sampai pada bagaimana saya akan
melakukan asesmen hasil belajar siswa.
BAB II
PENTINGNYA PENDIDIK DALAM
PEMBELAJARAN
Pembelajaran merupakan seperangkat
peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga
peserta didik itu memperoleh kemudahan. Manusia secara naluriah, disadari
maupun tidak selalu melakukan proses belajar sepanjang hidupnya dan melekat
dalam hidup setiap orang dalam setiap persoalan-persoalan yang sedang
dihadapinya. Hal ini dikarenakan setiap orang dituntut selalu meningkatkan
kemampuannya mengenai suatu hal untuk menunjang atau meneruskan kehidupannya.
Dengan hal tersebut, jelas bahwa belajar merupakan hal penting dan menjadi
kebutuhan bagi setiap orang.
Peranan guru juga tidak kalah
pentingnya dalam sebuah proses belajar karena guru memiliki peran utama yakni
bukan hanya menjadi penyaji informasi yang hendak dipelajari siswa, namun
membelajarkan siswa tentang cara-cara mempelajari sesuatu secara efektif (learning to how, learning to know, and
learing to do). Sehingga dalam
proses pembelajaran, seorang guru wajib dapat memahami cara belajar siswa di
lingkungan pendidikan.
Pendidik merupakan seseorang yang
dengan jabatan profesionalnya memberikan layanan ahli yang dituntut untuk
memiliki persyaratan secara akademik dan paedagogis, serta dapat diterima jasa
layanan secara langsung kepada orang yang membutuhkan pembelajaran dan atau
pihak lain terhadap siapa pendidik bertanggung jawab. Sebagai calon guru, saya
berkeinginan agar dapat dapat menjalankan tugas, fungsi, dan peranan sebagai
pendidik yang baik ketika menjadi guru nanti.
BAB III
KOMPETENSI PENDIDIK
Menurut yang telah saya pelajari
dari mata kuliah Psikologi Pendidikan, saya akan berusaha menjadi guru yang
baik dengan memiliki 4 kompetensi pendidik, yakni kompetensi paedagogik,
kepribadian, profesional, dan sosial.
3.1.
Kompetensi Paedagogik
Kompetensi paedagogik merupakan
kemampuan untuk mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya. Dalam hal ini, hal utama yang akan saya persiapkan
adalah berusaha memahami karakteristik peserta didik dan teori atau kurikulum
pembelajaran. Mengetahui karakteristik siswa secara umum akan membantu saya
dalam menentukan model atau metode pembelajaran yang akan saya terapkan di
kelas sehingga materi yang akan saya sampaikan dapat diterima siswa secara
efektif.
Selain
metode pembelajaran, media pembelajaran juga tidak bisa diabaikan karena akan
mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Menurut Munadi (2008) media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan
pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang
kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efesien dan
efektif. Sebagai guru saya akan berusaha memberikan media pembelajaran yang
unik sehingga materi pembelajaran akan mudah diterima dan diingat oleh peserta
didik. Berbagai kegiatan pengembangan akan saya lakukan secara terpadu, yakni
mulai dari tingkat yang paling mudah hingga sulit, serta menyelesaikan setiap
persoalan yang ada. Untuk itu saya perlu berkomunikasi secara efektif, empatik,
dan santun dengan peserta didik saya.
Dalam
pembelajaran, saya juga akan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
Contohnya saja handphone. Handphone terkesan jauh dari ranah
akademik, sebagian besar guru dan orang tua masih menganggap handphone sebagai benda pengganggu siswa
dalam belajar, bahkan jika ada siswa yang mengaktifkan handphone saat pembelajaran berlangsung diklaim sebagai anak yang
tidak sungguh-sunnguh mengikuti pelajaran. Saya akan merubah kesan handphone menjadi bagian dari ranah
akademik, salah satunya dengan mengekfektifkan penggunaaan handphone sebagai media pembelajaran listening dan peningkatan pronunciation
skill dalam pembelajaran bahasa inggris di kelas.
Saya
akan memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik misalnya dengan
memberikan mereka kesempatan untuk bertanya dan menyampaikan pendapat selama
proses belajar, tugas-tugas harian sebagai pengaktualisasian potensi yang
dimiliki, serta penugasan akhir berupa proyek atau portfolio sebagai pengganti
ujian untuk mengukur pemahaman siswa baik secara tulis maupun praktek. Kemudian
saya akan melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar yang akan
saya manfaatkan untuk kepentingan pembelajaran. Setelah itu, tindakan reflektif
akan saya lakukan untuk peningkatan kualitas pembelajaran berdasarkan hasil
evaluasi belajar tersebut.
3.2.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian menyangkut
segala sesuatu yang berhubungan dengan pribadi pendidik. Pribadi yang baik
wajib dimiliki setiap pendidik, seperti pepatah orang Jawa bahwa guru berarti digugu lan ditiru. Digugu berarti guru dapat dipercaya, sedangkan ditiru berari guru dapat memberikan contoh atau teladan yang baik
bagi peserta didik. Akan menjadi persoalan besar jika saya ketika menjadi guru
nanti, saya berbicara di depan kelas sebagai manusia pembawa pesan moral dan
pendidik karakter anak bangsa yang perfectionist,
kemudian menyuruh siswa saya berbuat kebaikan, sedangkan saya sendiri belum
dapat melakukan apa yang saya ajarkan kepada mereka. Sehingga dalam hal ini saya
dituntut memiliki kemampuan yang berkaitan dalam performans pribadi sebagai seorang
pendidik, seperti berkepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Pondasi dasar dalam menguasai
kompetensi ini adalah norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia. Untuk dapat dikatakan sebagai pendidik yang baik, saya akan berusaha
bertindak, berperilaku, dan berpikir sesuai dengan norma-norma di atas. Potensi
kepribadian bukan hanya soal memahami norma, namun juga bagaimana saya harus
bisa menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan menjadi
teladan bagi peserta didik dan masyarakat, berkepribadian mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa. Hal-hal tersebut dapat saya awali dari perilaku
sederhana seperti ramah kepada orang lain, menghormati orang lain, menghargai
pendapat setiap orang dan menjaga ucapan. Berbusana juga merupakan hal penting
sebagai pendidik, dimana saya akan berbusana rapi dan sopan setiap keluar
rumah. Hal ini saya lakukan agar menjadi teladan berbusana bagi anak-anak muda
jaman sekarang.
Sebagai seorang guru, saya akan menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang
tinggi, rasa bangga menjadi pendidik, dan rasa percaya diri. Saya akan
menjunjung tinggi kode etik profesi pendidik. Hal tersebut penting karena
kinerja pendidik diatur sedemikian rupa agar meningkatkan keberhasilan
pendidikan seperti yang diharapkan. Tanggung jawab pendidik sangat diperlukan
khususnya kepada pihak sekolah dan orang tua siswa.
3.3.
Kompetensi Profesional
Saya akan menguasai kompetensi
profesional dengan cara menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam
yang memungkinkan peserta didik memenuhi standar kompetensi yang diterapkan
dalam standar nasional. Dalam hal ini, jelas saya harus menguasai materi atau
konsep pembelajaran dengan baik. Persiapan perlu saya lakukan, misalnya saja
dengan menyusun kerangka atau struktur pembelajaran sebelum diajarkan di depan
kelas. Saya perlu menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran yang saya ampu. Dengan kata lain, sebelum pembelajaran saya harus
membuat proposal pembelajaran atau RPP. Selain menyampaikan materi
pembelajaran, sebagai guru saya akan mengembangkan materi pembelajaran yang
saya ampu secara kreatif dan inovatif. Tindakan reflektif yang saya lakukan di
akhir pembelajaran secara berkelanjutan akan saya gynakan untuk mengembangkan
keprofesionalan. Misalnya berdasarkan data nilai atau tingkat keberhasilan
siswa yang ada saya akan melakukan penelitian tindakan kelas atau pengembangan
yang nantinya dapat menyelesaikan masalah dan meningkatkan kualitas
pembelajaran. Hal ini secara tidak langsung diakui sebagai upaya pengembangan
keprofesionalan saya sebagai pendidik. Sebagai seorang guru saya juga tidak
boleh gagap teknologi (gaptek). Saya perlu memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi bukan hanya dalam pembelajaran namun juga untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri.
3.4.
Kompetensi Sosial
(Rifa’i dan Catharina Tri Anni
2012:10). menjelaskan bahwa kompetensi sosial merujuk pada kemampuan
berkomunikasi dan bergaul secara efektif, dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat
sekitar.
Guru sebagai bagian dari masyarakat
yang beragam, jika menjadi seorang guru saya harus bisa bertindak objektif,
alias tidak diskriminatif terhadap jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik,
latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik. Dalam
pembelajaran, peningkatan kemampuan siswa harus saya dukur dengan objektif
(sesuai fakta yang ada) agar dapat diketahui sampai dimana pemahaman siswa.
Saya tidak akan memberikan nilai secara subjektif, berdasarkan hal-hal di atas
seperti jenis kelamin, agama, dst. Namun secara manusiawi maupun akademik tidak
bisa dipungkiri bahwa sikap atau perilaku peserta didik akan mempengaruhi
penilaian yang saya berikan. Setidaknya siswa yang berperilaku baik layak
mendapatkan nilai plus untuk menambah nilai akhirnya selama dalam penambahan
nilai yang wajar, karena memang setiap siswa berhak menerima nilai bukan hanya
dari aspek akademik saja melainkan juga aspek psikomotorik.
Kompetensi sosial pendidik menuntut
saya mau tidak mau harus dapat berkomunikasi secara efektif, empatik, dan
santun dengan sesama pendidik seperti yang telah saya ungkapkan pada kompetensi
paedagogik sebelumnya, juga kepada sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang
tua/wali murid, dan masyarakat sekitar. Menurut pakar komunikasi, cara
berkomunikasi menentukan tingkat tercapainya pesan yang ingin disampaikan.
Dengan komunikasi kepada peserta didik, saya harus tahu bagaimana cara
menyampaikan materi pembelajaran dengan efektif. Kepada sesama pendidik saya
harus bisa menjalin pertemanan dan kebersamaan yang harmonis baik ketika berada
di dalam maupun luar lingkungan kerja. Kepada tenaga kependidikan saya harus
dapat menunjukkan etos kerja dan peningkatan kualitas diri yang baik, kepada
orang tua/wali murid saya harus membuktikan bahwa saya bisa membimbing putra
putri mereka menuju perubahan perilaku dan pola pikir ke arah kemajuan yang
lebih baik, dan kepada masyarakat saya harus dapat menampilkan diri sebagai
sosok yang patut dijadikan panutan dan diberikan penghormatan lebih sebagai
seorang guru, bukan yang lain. Bagaimanapun caranya, komunikasi yang saya
berikan harus menunjukkan apa yang saya sampaikan di atas, karena kalau tidak
saya tidak akan dianggap sebagai guru yang baik di mata peserta didik saya, sesama
pendidik, tenaga kependidikan khususnya pihak sekolah, orang tua/wali murid,
dan juga masyarakat.
Setelah dapat berkomunikasi dengan
berbagai pihak, selanjutnya saya juga harus bisa beradaptasi di tempat kerja di
seluruh wilayah Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya. Apalagi jika
saya diterima sebagai pegawai negeri sipil (PNS), saya akan bersedia
ditempatkan di mana pun di wilayah Indonesia, kecuali tempat terpencil. Di
tempat yang baru, saya akan menyesuaikan diri dengan kebudayaannya, dengan
tidak menghilangkan budaya asli dari keluarga dan tenpat kelahiran saya.
Hal terakhir ini merupakan
karakteristik setiap profesi yang tidak bisa dilepaskan, yakni saya harus dapat
berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan
dan tulisan atau bentuk lain. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup
sendiri, melainkan membutuhkan orang lain sehingga komunikasi lintas profesi
seperti ini harus dikuasai oleh semua orang bukan hanya yang berprofesi sebagai
guru. Untuk dapat melakukan komunikasi seperti ini, saya tidak boleh hanya
fokus pada bidang bahasa inggris, melainkan juga mencari tahu bidang lain dalam
kadar yang tidak melebihi bidang keprofesian saya sendiri guna menambah wawasan
dan pengetahuan umum.
BAB IV
TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Jika saya menjadi seorang guru
nanti, teori belajar yang akan saya gunakan adalah teori belajar humanistik
yakni saya akan memanusiakan manusia dalam hal ini peserta didik. Saya memahami
bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda (multiple intelligences) sehingga perlu adanya perhatian dalam
rangka mengembangkan potensi yang mereka miliki. Siswa mungkin akan memiliki
kecerdasan yang berbeda meliputi kecerdasan sains (naturalist), musik (musical),
olahraga (bodily kinesthetic), gambar
(spatial), religi (intrapersonal), kemampuan memiliki
relasi yang banyak (interpersonal),
bamnnhasa (linguistic), dan
menghitung (logical mathematical).
Hari
3
Siswa
bisa belajar C
|
Hari
1
Siswa
bisa belajar A
|
Hari
2
Siswa
bisa belajar B
|
Terus
terjadi peningkatan
|
BERHASIL
|
Dalam
teori belajar humanistik, belajar merupakan kebutuhan. Setiap orang membutuhkan
pendidikan untuk menunjang potensi yang dimilikinya, sehingga guru tidak boleh
membodoh-bodohkan siswa karena memang mereka memiliki kecerdasan masing-masing
yang ketika siswa memiliki kecerdasan A, tidak boleh terlalu dipaksakan untuk
dapat menguasai kecerdasan B secara luas.
Dalam teori belajar humanistik tidak
ada kurikulum baku dan ujian atau test kecuali saat siswa memasuki perguruan
tinggi. Secara umum di Indonesia masih menggunakan kurikulum baku seperti KTSP
atau kurikulum 2013, dan semua guru wajib mengajar sesuai kurikulum yang dianut
sekolah tempat ia bekerja. Tapi dengan teori belajar humanistik ini saya sebagai
seorang guru tetap menggunakan kurikulum yang ada, hanya model penilaiannya
yang berbeda. Saya tidak menggunakan nilai test atau ujian dalam mengukur
kemampuan siswa, tapi dari berbagai aspek peningkatan yang mereka dapatkan.
BAB V
MEMOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK
Motivasi adalah semangat atau
antusias untuk melakukan sesuatu, bisa juga diartikan alasan seseorang
melakukan sesuatu. Sebagai calon pendidik saya memahami bahwa motivasi
merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam belajar.
Tugas saya sebagai pendidik nanti adalah bukan hanya meningkatkan motivasi pada
peserta didik, namun yang lebih penting lagi adalah menemukan, memprakarsai,
dan mendorong peserta didik untuk belajar. Oleh karena itu, memahami karakter
peserta didik adalah hal utama sebelum saya memotivasi mereka untuk belajar.
(Rifa’i dan Catharina Tri Anni
2012:136) menyatakan bahwa kinerja dan hasil yang dicapai oleh anak yang
termotivasi akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak termotivasi. Di
sini sebagai seorang pendidik saya harus memahami kapan peserta didik saya
perlu dimotivasi selama proses belajar, sehingga aktivitas belajar berlangsung
lebih menyenangkan, arus komunikasi lebih lancar, menurunkan kecemasan peserta
didik, meningkatkan kreativitas dan aktivitas belajar. Berikut beberapa hal
yang akan saya lakukan untuk memotivasi atau mendorong peserta didik untuk
belajar; pertama, pada pertemuan
pertama saya akan mendiskusikan dengan peserta didik mengenai kegiatan
pembelajaran dan persyaratan yang harus dimiliki oleh peserta didik. Hal ini
bertujuan agar siswa tidak merasa cemas pada waktu mengikuti pelajaran karena
biasanya pengalaman belajar baru merupakan kegiatan yang cukup menegangkan dan
memiliki banyak resiko sehingga hasilnya kadang-kadang tidak menentu atau
bahkan tidak seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, saya meyakini bahwa
sikap saya sebagai pendidik memiliki pengaruh aktif terhadap motivasi belajar
siswa saat awal pembelajaran. Pada setiap awal pembelajaran, saya akan meminta
peserta didik membuat penilaian mengenai saya, mata pelajaran, situasi
pembelajaran, dan harapan personalnya untuk sukses. Setelah mengetahui
hasilnya, saya akan menentukan cara bagaimana dan kapan harus memotivasi mereka
untuk belajar.
Kedua,
saya mencoba memberi pengertian kepada peserta didik bahwa pemenuhan kebutuhan
sangat penting dalam kehidupan mereka yang menunjang kemudahan belajarnya. Apabila
siswa membutuhkan atau menginginkan sesuatu untuk dipelajari, mereka cenderung
sangat termotivasi. Ketiga, saya akan
merangsang peserta didik dengan cara memberikan stimulus yang unik agar dapat
menarik perhatian peserta didik dan mereka cenderung akan mempertahankan
keterlibatan diri secara aktif terhadap stimulus tersebut. Saya akan berusaha
menarik perhatian peserta didik agar memperhatikan pembelajaran karena apabila
peserta didik tidak memperhatikan pembelajaran, maka sedikit sekali akan
terjadi pada diri peserta didik tersebut. Sebagai contoh, pembelajaran membaca
pemahaman cerita rakyat akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik dengan
diberikan rangsangan berupa media belajar komik. Rakhmawati (2013) dalam
penelitiannya yang berjudul Pengembangan
Media Komik Dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerita Wayang untuk Siswa
Kelas VIII menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan media
komik lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan
teks bacaan yaitu dengan hasil uji coba pada kelas VII rata-rata nilai siswa
yang menggunakan media komik adalah 77 sedangkan nilai rata-rata siswa yang
menggunakan media teks adalah 52. Kemampuan
memahami isi bacaan dan kemampuan menceritakan kembali isi bacaan pada
siswa kelas VIII mengalami peningkatan. Dari penelitian tersebut dapat
diketahui bahwa media komik terbukti berpengaruh positif pada siswa dan dapat
merangsang siswa untuk belajar lebih baik.
Cara keempat adalah berusaha memunculkan emosi yang dirasakan peserta
didik saat belajar yang dapat memotivasi untuk belajar. Hal ini terlihat seperti pada contoh
menjelaskan bagaimana peran orang tua dalam kehidupan kita bahwa mereka bekerja
siang dan malam hanya untuk memenuhi kebutuhan kita sehingga peserta didik yang
memiliki kemampuan kognitif akan memiliki perasaan (kasihan) yang menimbulkan
mereka semangat untuk giat belajar dan memberi yang terbaik untuk orang tua
mereka. Kelima, berusaha menimbulkan
kesadaran kompetensi yang memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku sehingga
peserta didik dalam belajarnya dapat merasakan kemajuan belajarnya karena
termotivasi dengan baik untuk melanjutkan usaha belajarnya. Terakhir, keenam, memberikan penguatan (reinforcement) kepada peserta didik
menggunakan peristiwa penguatan yang efektif, seperti memberikan penghargaan,
pujian, atau perhatian terhadap hasil karya peserta didik agar lebih
termotivasi untuk meningkatkan kreativitasnya.
BAB VI
ASESMEN HASIL BELAJAR SISWA
Asesmen merupakan proses
mendokumentasi, melalui proses pengukuran, pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan keyakinan peserta didik (Rifa’i dan Catharina Tri Anni 2012:215). Sebagai
calon guru, asesmen harus diberikan dengan objektif dan terstruktur. Objektif
berarti sesuai hasil pengukuran peserta didik, sedangkan terstruktur adalah
pengukuran dilakukan secara bertahap sesuai standar kompetensi yang telah
ditentukan.
Dalam pembelajaran bahasa Inggris
ada empat kompetensi yang harus dikuasai yakni keterampilan menyimak (listening), keterampilan berbicara (speaking), keterampilan menulis (writing), dan keterampilan membaca (reading). Keempat keterampilan berbahasa
itu sudah tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan belajar mengajar.
Jika
saya menjadi guru, saya akan menggunakan asesmen portfolio pada pembelajaran
kemampuan menulis dan membaca. Kemudian, asesmen autentik (asesmen kerja) pada
kemampuan menyimak dan berbicara yakni menggunakan tes formal, untuk menyimak
digunakan tes tertulis, sedangkan berbicara dengan ujian praktek. Prinsip
humanistik akan diterapkan dengan tidak mengukur kemampuan siswa secara
keseluruhan dari hasil tes, namun berdasarkan kriteria seperti yang telah
disebutkan pada bahasan teori belajar humanistik di atas.
Asesmen portfolio akan saya berikan
dengan memberikan proyek atau tugas akhir mengenai suatu bacaan yang kemudian
dituangkan dalam bentuk file atau folder yang berisi karya peserta didik dari
apresiasi terhadap bacaan tersebut. Apresiasi karya tersebut sudah mencakup
kemampuan membaca dan menulis peserta didik yang akan dinilai dengan kriteria
sebagai berikut;
No.
|
Membaca
|
Menulis
|
1.
|
Memahami isi bacaan
|
Membuat ringkasan bacaan
|
2.
|
Memahami jenis bacaan
|
Membuat teks sendiri dengan jenis teks
yang sama
|
3.
|
Melakukan analisis soal
|
Menulis sesuai tenses yang benar
|
4.
|
Menambah kosa kata (vocabulary)
|
Penggunaan vocabulary dalam tulisan
|
5.
|
Memahami pesan moral dari bacaan
|
Keefektifan bahasa dalam tulisan
|
Asesmen autentik pada peserta didik
SMP dan atau SMA akan saya berikan dengan melakukan tes listening sesuai standar kompetensi yang ditentukan, yakni berupa
soal pilihan ganda (objective test) dan
mengisi bagian yang rumpang (fill in the
blank). Sedangkan untuk soal esai belum diterapkan pada kemampuan listening siswa SMP dan SMA. Untuk anak
SD, tes listening belum diterapkan
sehingga penilaian kemampuan listening
dilakukan dengan cara musik (nursery
rhymes), memberi perintah (imperative
listening), dan menirukan apa yang didengar (dubing). Dalam pengukuran kemampuan listening pada peserta didik digunakan asesmen objektif yakni hanya
ada satu jawaban yang benar dan memiliki nilai, sehingga jika jawaban salah
maka tidak ada nilai.
Untuk
kemampuan berbicara, uji praktek akan dilakukan dengan jenis pembelajaran
sesuai jenjangnya. Pengukuran hasil belajar siswa dilakukan berdasarkan
kemampuan pada setiap jenjang pendidikan yang sedang diambil sesuai dengan
standar kompetensi masing-masing (Husamah dan Yanur Setyaningrum 2013:27). Misalnya
drama, bercerita (story telling),
atau pidato (speech) untuk anak SMA;
percakapan perkenalan (greeting),
mengundang (invitation), menerima
atau menolak undangan (accepting or
refusing), dan percakapan umum (general
purposes); dan mengenalkan diri dan keluarga (introducing), perkenalan sederhana (greeting), menyebutkan benda-benda di sekitarnya (describing), atau menyanyi (nursery rhymes) untuk anak SD; bahkan
untuk anak PAUD mungkin digunakan penilaian dengan menyanyi (nursery rhymes) dan menyebutkan anggota
keluarga serta warna (describing).
Asesmen penilaiannya digunakan asesmen subjektif yang berbentuk lebih dari satu
cara untuk mendapat nilai atau jawaban yang benar. Kriteria-kriteria asesmen
subjektif pada kemampuan berbicara meliputi;
No.
|
Kriteria penilaian
|
Prosentase (%)
|
1.
|
Kelancaran
|
15
|
2.
|
Ketepatan
|
20
|
3.
|
Intonasi
|
15
|
4.
|
Kejelasan
|
20
|
5.
|
Pelafalan (pronunciation)
|
25
|
6.
|
Grammar
|
5
100
|
BAB VII
PENUTUP
7.1.
Simpulan
Pentingnya
peran pendidik dalam pembelajaran adalah bahwa guru bukan hanya menjadi penyaji
informasi yang hendak dipelajari siswa, namun membelajarkan siswa tentang
cara-cara mempelajari sesuatu secara efektif (learning to how, learning to know, and learing to do). Jika saya
menjadi seorang guru, saya akan menguasai menguasai 4 kompetensi pendidik,
antara lain: kompetensi paedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Teori
belajar yang akan saya gunakan dalam pembelajaran adalah teori belajar
humanistik karena saya menyadari bahwa setiap peserta didik memiliki kecerdasan
atau kemampuan yang berbeda-beda (multiple
intelligences) yang perlu dihargai
dan diperhatikan. Dalam pembelajaran, saya akan memotivasi peserta didik untuk giat
belajar melalui beberapa cara berdasarkan kriteria sikap, kebutuhan,
rangsangan, afeksi, kompetensi, dan penguatan. Pada akhir pembelajaran, akan
saya lakukan asesmen hasil belajar siswa sesuai dengan jenjang pendidikan dan
standar kompetensi yakni asesmen portfolio untuk kemampuan membaca dan menulis dengan
asesmen objektif dan asesmen autentik
(asesmen kerja) untuk kemampuan menyimak dan berbicara dengan asesmen subjektif.
Evaluasi proses dan hasil belajar dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa yang
akan saya manfaatkan untuk kepentingan pembelajaran. Setelah itu, tindakan
reflektif akan saya lakukan untuk peningkatan kualitas pembelajaran berdasarkan
hasil evaluasi belajar tersebut.
7.2.
Saran
Pembelajaran psikologi pendidikan selanjutnya
akan lebih baik menggunakan penugasan observasi sekolah agar mahasiswa mampu
menganalisis permasalahan nyata yang ada pada dunia pendidikan dan menerapkan
teori-teori yang telah dipelajari untuk memberikan solusi dari permasalahan
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Rifa’i RC, Achmad dan Catharina Tri Anni.
2012. Psikologi Pendidikan. Semarang:
Universitas Negeri Semarang Press.
Husamah dan Yanur Setyaningrum. 2013. Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Rakhmawati, Fitria Eka. 2013. Pengembangan Media Komik Dalam Pembelajaran
Membaca Pemahaman Cerita Wayang Untuk Siswa Kelas VIII. Skripsi. Unnes.
Munadi, Yudhi.2008. Media Pembelajaran. Jakarta: Gp Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar